Sejarah dan Filosofi Kujang Pasundan
Kujang |
Bentuk senjata tradisional ini cukup unik, jika dilihat dari bentuknya tidak ada senjata tradisional dari daerah manapun yang menyerupai bentuk Kujang.
Karena tidak ada kata yang tepat untuk menyebutkan nama senjata tradisional ini ke dalam bahasa Internasional, sehingga Kujang dianggap sama pengertiannya dengan "sickle" (arit/sabit). Tentu saja penyebutan tersebut sangat jauh menyimpang karena dilihat dari wujudnya saja Kujang sangat berbeda dengan arit/sabit. Apalagi jika dilihat dari material bahan yang digunakan antara Kujang dengan arit/sabit tentu lebih berbeda lagi.
Di Indonesia sendiri arit/sabit sebetulnya disebut "chelurit" (celurit). Material bahan yang digunakan untuk membuat arit/sabit hanya berupa besi atau baja saja, dan hanya merupakan senjata fisik saja atau senjata tajam (bukan pusaka).
Sedangkan Kujang menggunakan material bahan dari kombinasi besi, baja dan pamor yang dibentuk menggunakan tehnik tempa lipat seperti proses pembuatan Keris. Kujang juga merupakan senjata pusaka yang memiliki kekuatan magis karena proses pembuatannya melalui serangkaian laku spiritual khusus.
Baca juga: Jenis-jenis Kujang dan fungsinya
Untuk merespon kendala bahasa tersebut tentunya menjadi tugas dan kewajiban dari para budayawan Sunda, dan media cetak lokal di tatar Sunda yang harus lebih intensif lagi untuk lebih mengenalkan Kujang ke Dunia Internasional.
Asal-usul istilah Kujang berasal dari kata "Kudihyang" dari asal kata "Kudi" dan "Hyang". "Kudi" sendiri diambil dari bahasa Sunda kuno yang memiliki pengertian sebagai senjata pusaka yang memiliki kekuatan ghaib yang berfungsi sebagai penolak bala, misalnya saja untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya dan menangkal wabah penyakit.
Selain itu, Kujang juga sering disimpan sebagai benda pusaka untuk melindungi rumah dari bahaya. Biasanya Kujang akan disimpan didalam sebuah peti/kotak atau tempat khusus didalam rumah dan diletakkan di atas tempat tidur.
Sedangkan kalimat "Hyang" dapat disejajarkan dengan pengertian "Dewa" dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda, "Hyang" memiliki arti dan kedudukan yang lebih tinggi dari "Dewa". Hal ini tercermin dalam ajaran "Dasa Prebakti" yang tercantum dalam naskah "Sang Hyang Siksa Kanda Ng Karesian" disebutkan "Dewa bakti di Hyang".
Secara umum, Kujang dapat di artikan sebagai pusaka yang memiliki kekuatan tertentu yang berasal dari para Dewa (Hyang), dan juga sekaligus sebagai sebuah senjata.
Sejak dulu hingga saat ini, Kujang menempati posisi khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang banyak digunakan sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang/simbol organisasi dan lembaga pemerintahan di Jawa Barat.
Berikut ini adalah bagian-bagian dari Kujang serta fungsinya:
• Papatuk (Congo)
Adalah bagian ujung Kujang yang runcing, gunanya untuk menoreh atau mencungkil.
• Eluk (Siih)
Adalah lekukan-lekukan atau gerigi pada bagian punggung kujang sebelah atas, gunanya untuk mencabik-cabik perut musuh.
• Waruga
Adalah nama bilahan/bilah/badan Kujang.
• Mata
Adalah lubang-lubang kecil yang terdapat pada bilahan/bilah Kujang yang awalnya pada lubang-lubang tersebut ditutup/disumpal emas, perak, atau batu permata. Tetapi saat ini yang ditemukan kebanyakan hanya tersisa lubang-lubangnya saja. Lubang-lubang tersebut gunanya sebagai lambang untuk mewakili status sosial pemakainya. Jumlah lubang pada bilahan/bilah Kujang paling banyak ada 9 mata (lubang), dan paling sedikit 1 mata (lubang), tapi ada juga Kujang yang tidak bermata, yang disebut "Kujang Buta".
• Pamor
Adalah pola/motif berupa garis-garis atau bintik-bintik yang terdapat pada bilahan/bilah Kujang atau disebut juga sebagai Sulangkar atau Tutul yang fungsinya untuk memperindah bilahan/bilah Kujang. Proses untuk menampakkan wujud pamor yaitu dengan menggunakan warangan (arsenik) yang merupakan racun untuk mematikan musuh dengan cepat.
• Tonggong
Adalah sisi tajam pada bagian punggung Kujang, bisa digunakan untuk mengerat atau mengiris.
• Beuteung
Adalah sisi tajam pada bagian perut Kujang yang fungsinya sama dengan bagian punggung Kujang.
• Tadah
Adalah lengkung kecil pada bagian bawah perut Kujang, gunanya untuk menangkis dan melintir senjata musuh agar terpental dari genggaman.
• Paksi
Adalah bagian ekor Kujang yang lancip untuk dimasukkan ke dalam lubang pada gagang Kujang.
• Combong
Adalah lubang pada gagang Kujang sebagai tempat untuk menanam paksi (ekor Kujang).
• Selut
Adalah ring pada ujung atas gagang Kujang, yang berguna untuk memperkokoh/memperkuat cengkraman gagang Kujang pada paksi.
• Gonjo (Landean)
Adalah nama khas gagang/tangkai Kujang.
• Kowak (Kopak)
Adalah nama sarung/wadah Kujang.
Di antara bagian-bagian dari Kujang tersebut, ada satu bagian yang memiliki lambang "Ke-Mandalaan" yaitu mata/lubang Kujang yang berjumlah 9 buah. Jumlah ini disesuaikan dengan banyaknya tahap Mandala Agama Sunda Pajajaran yang juga berjumlah 9 tahap, di antaranya (urutan dari bawah):
• Mandala Kasungka
• Mandala Parmana
• Mandala Karna
• Mandala Rasa
• Mandala Seba
• Mandala Suda
• Mandala Jati
• Mandala Samar
• Mandala Agung
Mandala adalah tempat siksaan bagi arwah Manusia yang ketika hidupnya berlumuran noda dan dosa, disebut juga Buana Karma atau Jagat Pancaka, yaitu Neraka.
Baca juga:
Ciri-ciri Keris tangguh Pajajaran
Minyak khusus perawatan pusaka dan khodam pusaka
Demikian sedikit informasi tentang sejarah dan filosofi Kujang Pasundan yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar benda-benda pusaka, dapat dibaca pada artikel Harta Langit yang lain.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Sejarah dan Filosofi Kujang Pasundan"