Ajaran Spiritual Dari Tokoh Pandawa Lima
Wayang Pandawa Lima |
1. Puntadewa
2. Werkudara
3. Arjuna
4. Nakula
5. Sadewa
Lazimnya didalam kehidupan masyarakat, kelima tokoh tersebut berdiri sendiri-sendiri sebagai individu yang hidup dengan sifat atau karakternya masing-masing.
Satu hal pokok yang diabaikan adalah bahwa wayang merupakan cerita yang mengandung unsur pendidikan dan simbol-simbol kehidupan yang tersirat, dan oleh pengarangnya kemudian di visualisasikan melalui tokoh-tokoh dalam cerita layaknya kehidupan nyata.
Baca juga: Ajaran tauhid dari tokoh punakawan Semar
Untuk mengkaji tentang tokoh-tokoh Pandawa Lima yang sebenarnya merupakan gambaran dari sifat-sifat dasar dan spiritual dalam diri Manusia, maka kita harus mengupasnya satu persatu dimulai dari urutan yang terkecil menuju urutan yang terbesar dengan kata lain kita bahas mulai dari Sadewa samapai Puntadewa.
1. Sadewa
Sadewa adalah Pandawa bersaudara yang paling kecil (bungsu). Sadewa mengandung makna filosofi yaitu sifat Manusia menyerupai Dewa. Hal ini mengandung makna bahwa kita sebagai Manusia paling banyak berada dalam kondisi merasa bisa, merasa paling, merasa unggul, sehingga terkadang dari keadaan tersebut munculah sifat sombong, ingin dihormati, dan sejenisnya. Sifat ini sangat Manusiawi, posisi sifat batin Manusia dalam tingkatan Sadewa merupakan posisi terendah.
2. Nakula
Nakula adalah kakak dari Sadewa. Nakula mengandung makna saya (aku) yang berasal dari kata "Kula" (bahasa Jawa) yang artinya saya tapi dalam bahasa yang santun (kromo/krama). Ini berarti keakuan dalam diri Manusia yang tadinya merasa paling, kini telah berubah setingkat lebih luhur menjadi sifat kesadaran Manusia yang merasa dirinya kecil dan masih ada yang lebih di atasnya. Hal ini disimbolkan dalam kata "Kula".
3. Arjuna
Arjuna adalah kakak Nakula. Arjuna berasal dari kata "Her" yang berarti air bening/wening/wingit/ghaib dan "Jun" yang berarti tempat.
Arjuna dapat simpulkan sebagai keadaan batin Manusia yang telah dapat menjadi tenang, hening, dan bijaksana. Pada posisi ini Manusia telah sadar akan hakekatnya sebagai makhuk hidup yang sempurna sehingga tindak-tanduknya selalu disertai dengan pertimbangan-pertimbangan dan kebijaksanaan.
Untuk mencapai tahap batin ini tidaklah mudah, tidak seperti kita mencapai tahap Sadewa dan Nakula karena memerlukan perjuangan yang berat untuk bisa mencapai batin seorang Arjuna, sehingga dalam cerita pewayangan dikisahkan tentang perjalanan Arjuna antara lain memiliki banyak istri, yaitu:
- Srikandi
- Sembadra
- Larasati
- Drestanala
Kisah-kisah Arjuna ini tentunya mengandung tuntunan hidup yang tersirat, yaitu bagaimana agar Manusia bisa sampai pada posisi batin tingkat Arjuna.
Istri-istri Arjuna sesungguhnya bukanlah berwujud sebagai individu, melainkan mengandung makna sikap batin yang harus dicapai dalam tahap ini.
- Srikandi
Srikandi berasal dari dua kata yaitu "Sri" yang berarti "Baik" dan "Kandi" yang berarti "Tempat/Wadah". Maka tahap ini dapat diartikan bahwa kita harus bisa menjadikan diri kita penuh dengan kebaikan, baik dalam sikap, pikiran, maupun tingkah laku.
Pada tahap ini dikisahkan bahwa Srikandi belajar memanah yang mengandung makna untuk bisa bersikap, berpikir baik dan berprilaku baik tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal-hal yang perlu dipelajari dalam setiap kejadian yang kita alami, tidak hanya belajar dari teori.
Kita harus mampu mengambil hikmah yang baik dari setiap kejadian yang telah kita alami meskipun hal itu tidak mengenakkan. Merguru berarti belajar, manah atau panah artinya hati, sehingga kita memang harus melatih dan membelajari hati kita untuk bisa tepat membidik hikmah-hikmah yang baik dari setiap kejadian yang akhirnya nanti sikap ini secara otomatis akan melekat pada pribadi kita, dan hal inilah yang membedakan pribadi kita dahulu yang masih bodoh, kasar, penuh amarah, nafsu angkara murka (yang merupakan sifat dan simbol dari Kurawa) menuju perubahan menjadi pribadi Pandawa.
- Sembadra
"Badra" berarti "Halus". Setelah kita mampu mengambil hikmah-hikah yang baik dari setiap kejadian selanjutnya kita tingkatkan kualitas batin kita menjadi batin yang mampu menerima, rela, sabar, serta ikhlas terhadap apa yang telah terjadi dalam hidup kita meskipun itu tidak menyenangkan.
Dengan membiasakan sikap ini, maka batin kita lama-kelamaan akan terbentuk menjadi batin yang halus yang tentunya juga akan mempengaruhi diri kita secara keseluruhan menjadi Manusia yang memiliki pribadi halus.
- Larasati
Larasati berasal dari dua kata, yaitu "Laras" yang berarti "Sesuai", dan "Ati" yang berarti "Hati" yang dapat diartikan sesuai dengan hati. Yang dimaksud hati disini adalah kesadaran ruhani yang benar yang berasal dari dalam diri Manusia, bukan dari panca indera yang terkadang membungkus batin kita dengan nafsu-nafsu angkara.
# Lakon Begawan Ciptoning
"Begawan" berarti Manusia yang luhur dan tinggi tingkatan spiritualnya dan "Cipta" berarti pikiran, serta "Ning" berarti hening/wening/bening. Maka dapat disimpulkan untuk menjadi Manusia yang memiliki kesadaran spiritual yang tinggi, kita harus mempunyai pikiran yang jernih, dan untuk memiliki pikiran yang jernih, kita harus sering bermeditasi ataupun berdzikir mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Dalam cerita pewayangan dikisahkan, Arjuna bertapa di gunung Indrakila yang berarti untuk masuk ke dalam tingkatan ini kita harus mengistirahatkan panca indera dengan jalan meditasi, tahalwat, semedi dan sejenisnya.
Kita juga dapat melihat dari kisah-kisah nyata yang pernah terjadi di jaman para Nabi dan orang-orang terdahulu dimana untuk mendapatkan pencerahan spiritual atau wahyu, mereka pasti bertahalwat ataupun bermeditasi ditempat-temapt yang sunyi seperti di gua ataupun di puncak gunung.
Setelah kita mendapat pencerahan ruhani, maka batin kita akan semakin peka dan hidup serta sadar akan fitrah kita sebgai sesuatu yang hidup bersemayam dalam jasad ini yang suatu ketika akan kita tinggalkan, sehingga kemudian kita akan berpikir kemanakah kita selanjutnya setelah jasad ini tidak bisa kita temapti lagi??
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita harus mengenal Werkudara, karena posisi batin setingkat Werkudaralah yang mampu mencapai tingkatan tersebut.
Sebelum membahas Werkudara, ada satu hal penting dalam tingkatan Arjuna dimana dialah penentu kemenangan dalam perang Bharata (Bharatayuda), bahkan Dewa Wisnu yang menjelma sebagai Krisna hanya menjadi kusir kereta bagi Arjuna. Kisah ini mengandung makna bahwa Wisnu yang merupakan simbol sifat ketuhanan yang melekat dalam diri Manusia (ruh Manusia adalah sebagian kecil dari ruh Tuhan yang ditiupkan-Nya) tetap terpengaruh oleh kebijaksanaan pribadi Manusia dalam hal ini Arjuna dalam mengambil keputusan, sehingga memang benar bahwa Manusia tidak boleh dalam setiap hal semata-mata hanya memasrahkan hidupnya kepada takdir. Berusaha dan berikhtiar adalah wajib.
Wisnu yang menjelma dalam diri Krisna hanya sebagai kusir yang pada saat genting memberikan wejangan dan tuntunan kepada Arjuna dalam bersikap dan bertindak. Manusia pada saat tertentu ketika panca indera telah mengacaukan ketenangan batinnya perlu bertanya kepada nuraninya.
4. Werkudara (Bima)
"Werku" berarti menahan, mengendalikan, atau mengatur dan "Udara" berarti nafas. Werkudara dapat diartikan sebagai suatu proses pengendalian nafas atau pengendalian hidup, karena inti dari hidup adalah nafas.
Tingkatan ini sangat sulit dicapai dan hanya orang-orang tertentu saja yang di ijinkan oleh Tuhan yang mampu mencapai tahap ini. Untuk mencapai tahap ini kita harus melalui berbagai macam proses seperti yang dikisahkan dalam lakon Dewaruci dan Begawan Bimo Suci.
Dalam lakon Dewaruci dikisahkan bahwa Bima disuruh mencari Banyu Perwita Sari (Perwita Suci) oleh Resi Durna gurunya, dimana dia harus mencarinya di Alas Tribaksara. Bima harus mengalahkan Reksasa Rukmuka dan Rukmukala, kemudian dia harus nyegur (masuk) samudera laya mengalahkan naga raksasa, dan terakhir bertemu dengan Dewaruci yang akhirnya mendapat wejangan tentang rahasia hidup.
Banyu Perwitasuci atau Perwitasari atau Maul Hayat adalah sumber kehidupan yang berada dalam diri Manusia yang merupakan sari atau sepercik dari yang Maha hidup. Sebenarnya Air ini adalah ruh atau diri kita yang bersemayam dalam jasad. Untuk menemukan siapa diri kita, ada suatu proses yang dinamakan raga sukma, yakni suatu keadaan dimana kita keluar dari jasad kita sebelum kita mati. Ini memang merupakan suatu keadaan dimana pada masing-masing wilayah diseluruh dunia, para spiritualis memiliki cara sendiri-sendiri sesuai dengan ilmu yang diwariskan para leluhurnya.
Dalam masyarakat Jawa, "Raga" yang berarti tubuh dan "Sukma" yang berarti Ruh adalah proses keluarnya Ruh dari Jasad yang disengaja dengan laku tertentu, ada yang dengan tidur dan ada juga yang dengan duduk bersandar. Proses tersebut disimbolkan dengan urutan lakon dalam pewayangan yaitu,
# Lakon Babat Alas Tribaksara
"Babat" atau "mbabat" yang artinya memangkas atau membuka. "Alas" artinya hutan. "Tri" artinya tiga, dan "Aksara" merupakan bentuk. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa suatu proses awal dalam raga sukma adalah membuka tiga aksara yakni cipta, rasa, dan karsa, dimana kita harus menghancurkan atau mengalahkan dahulu raksasa Rukmuka dan Rukmukala sebagai simbol dari hawa nafsu yang membelenggu cipta, rasa, dan karsa Manusia.
"Rukmuka" yang berarti wajah atau muka atau panca indera, sedangkan Rukmukala (kala) yang berarti jeratan, sehingga dapat diartikan bahwa semua yang datang dari panca indera dapat menjadi jeratan bagi cipta, rasa, dan karsa Manusia.
Untuk itu kita perlu menghancurkan jeratan tersebut dengan proses semedi diam tanpa aktvitas apapun dan hanya melakukan pengaturan nafas secara halus.
# Lakon Nyegur Samudera Laya
"Nyegur" berarti masuk, "Samudera" berarti lautan, dan "Laya" berarti kematian. Ini dapat di artikan suatu proses setelah pengaturan nafas dimana menuju perpisahan ruh dengan jasad atau keluarnya ruh dari jasad (ngrogo sukmo).
Untuk mencapai perpisahan ini, meskipun panca indera kita telah tidak berfungsi saat meditasi, terkadang masih juga ada gangguan dalam alam batiniah kita berupa memori-memori yang mendadak muncul sehingga memulihkan kesadaran panca indera kita kembali, maka dalam lakon selanjutnya dikisahkan Bima harus bertarung melawan naga raksasa dalam samudera yang membelit tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Naga ini melambangkan darah yang mengalir dalam diri kita yang merupakan sumber hidup yang berarti juga hidupnya nafsu-nafsu yang harus kita jaga benar peredarannya ketika bersemedi karena cepat dan pelannya perputaran darah sama dengan cepat lambatnya pengaturan nafas kita. Semakin halus nafas kita maka semakin pelan juga darah kita mengalir, yang berarti pula semakin masuk kita kedalam pribadi kita dan semakin dekat pula kita keluar dari jasad.
Setelah kita bisa sampai tahap ini, maka kita tinggal menunggu rahmat dan ijin dari Tuhan. Apabila memang sudah takdir kita maka proses selanjutnya adalah keluarnya kita dari jasad (kita bisa melihat jasad kita).
Dalam kisah selanjutnya diceritakan Bima bertemu dengan Dewaruci. Dewa yang berarti simbol dari Tuhan dan Ruci yang berarti kecil. Dewaruci memiliki makna sebagian kecil dari ruh Tuhan adalah Ruh kita, maka dikisahkan bahwa Dewa Ruci berbentuk mirip dengan Bima yang berarti bahwa kita telah keluar dari jasad dan bisa melihat jasad kita yang tentunya sama dengan ruh kita.
Selanjutnya Dewaruci memberikan wejangan tentang rahasia kehidupan, sama seperti ketika Manusia sampai pada kondisi tersebut, maka akan mendapat wejangan tentang kehidupan dimana hanya Manusia itu sendiri yang dapat mengetahuinya. Itulah yang dinamakan Banyu Parwitasari, yang juga terkandung dalam kalimat "Tapake kuntul ngalayang (jejak burung kuntul yang sedang terbang), galih kangkung (inti dari kangkung) dan susuhing angin (tempat bersarangnya angin)", dimana yang dimaksudkan adalah sesuatu yang tidak nampak tetapi ada, itulah hidup atau ruh.
# Lakon Bisa Suci
Setelah Bima bertemu Dewaruci dan kembali hidup normal menggunakan jasadnya, maka Bima kemudian menjadi Begawan atau Manusia yang telah mengalami proses tersebut dan pasti akan mengalami perubahan spiritual dan pandangan hidupnya dari sebelumnya, maka Bima mempunyai kerajaan yang dinamakan Jodhipati. "Jodhi" berarti berani dan "Pati" berarti mati (berani mati karena pisahnya ruh dan jasad berarti mati, meskipun belum saatnya dan akan kembali sebagai Manusia biasa hingga batas waktu yang ditentukan).
5. Puntadewa
Puntadewa adalah saudara tertua yang berarti juga tingkatan tertinggi atau Manusia yang telah menjadi insan kamil atau khalifah Tuhan.
Untuk alam ini yaitu Manusia yang telah menduduki fungsinya sebagai makhluk yang paling sempurna dibanding makhluk lain sehingga ditunjuk Tuhan sebagai wakil yang diberi tugas untuk memelihara alam ini.
Puntadewa diceritakan berdarah putih dan raja yang tidak bermahkota. "Punta/Punton" berarti tali dan "Dewa" merupakan simbol ketuhanan pada saat itu.
Puntadewa dapat diartikan sebagai wakil Tuhan atau khalifah atau insan kamil, maka orang yang sangat dekat dengan Tuhannya disimbolkan berdarah putih (menjaga perbuatannya dari hal-hal yang tidak baik) dan Tidak bermahkota yang berarti tidak silau akan harta dan tahta duniawi.
Baca juga:
Sejarah dan makna jimat Kalimasada
Ajaran Spiritual Syekh Siti Jenar yang kontroversial
Demikian sedikit informasi tentang ajaran Spiritual dari tokoh-tokoh Pandawa lima yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar Dunia Spiritual dan Supranatural, dapat dibaca pada artikel Harta Langit yang lain.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Ajaran Spiritual Dari Tokoh Pandawa Lima"