Ajaran Tauhid Dari Tokoh Punakawan Semar
Ilustrasi Tokoh Semar |
Peran wayang sebagai media penanaman ajaran keTuhanan tidak lepas dari kecerdikan Walisongo, khususnya Kanjeng Sunan Kalijaga yang menggunakan metode dakwah dengan mengutamakan nilai-nilai kultural masyarakat Jawa pada masa itu.
Masyarakat Jawa yang masih mengagungkan nilai-nilai kultural akan lebih mudah menerima ajaran-ajaran keagaman jika cara penyampaiannya lebih bersifat halus sesuai dengan karakter masyarakat Jawa yang lebih mengedepankan kehalusan budi dibandingkan jika disampaikan dengan cara-cara indoktrinisasi ekstrem karena masyarakat Jawa pada waktu itu sudah memiliki peradaban yang tinggi.
Pemahaman mengenai ketauhid-an bagi masyarakat Jawa mungkin akan berbeda dengan pemahaman ketauhid-an dengan bangsa Timur Tengah. Hal itu dikarenakan adanya akulturasi budaya Jawa yang lebih bersifat animisme dan dinamisme dengan nilai keTuhanannya yang berasal dari Timur Tengah yang juga sudah di olah secara rasa maupun karsa oleh para ulama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Sedangkan tauhid sendiri memiliki arti yang sangat luas. Tauhid diartikan sebagai sikap peng-Esa-an terhadap keberadaan Tuhan. Sifat ke-Esa-an itu menjadi penting bagi umat Islam dan menjadi identitas sekaligus pembeda dengan agama-agama lain.
Bertauhid dalam agama Islam tidak hanya sekedar mempercayai akan adanya satu Tuhan tetapi lebih dari itu. Pengesa'an ini juga harus ada tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Manusia beragama setidaknya harus dapat menangkap dan meniru perilaku Tuhan, seperti sifat Rahman dan Rahim-Nya.
Masalah tauhid dalam masyarakat Jawa lebih condong kearah masalah kemakrifatan, yaitu memahami siapa dirinya serta siapa yang menciptakannya. "Sangkan paraning dumadi" menjadi wilayah sentral yang sering menjadi kajian sekaligus menjadi tujuan orang Jawa dalam meng-illah-kan Tuhan.
Hubungan personal Manusia Jawa dengan Tuhannya sepertinya lebih menarik untuk didalami dibanding mengkaji masalah syari’atnya, sehingga muncul konsep "Manunggaling kawulo Gusti", yaitu sebuah konsep penyatuan hamba dengan Tuhannya.
Hal ini kemudian menginspirasi para Walisongo untuk mengolah agar konsep tersebut bisa diterima masyarakat Jawa agar tidak berbenturan dengan kepercayaan yang sudah ada dan lebih dulu di anut oleh masyarakat Jawa.
Salah satu cara yang digunakan Walisongo untuk berdakwah adalah dengan melalui pagelaran seni Wayang yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa dengan ajaran-ajaran Islam yang disesuaikan dengan lidah dan cara pandang masyarakat Jawa pada masa itu.
Masyarakat Jawa sangat familiar dengan tokoh-tokoh pewayangan, salah satunya yang paling populer dan bahkan memiliki nilai sakral adalah tokoh Semar.
Semar menjadi tokoh utama dalam segala hal, baik sebagai tokoh yang berperan sebagai abdi, penasehat kenegaraan maupun penasehat spiritual.
Dalam cerita pewayangan diceritakan bahwa Semar tinggal di Karang Dempel, maksudnya Semar selalu tinggal dan menyirami hati setiap Manusia yang gersang, gelisah, dan jauh dari Tuhan. Jadi bisa dikatakan jika Semar akan selalu hadir dan menyantuni orang-orang yang kekurangan kebutuhan rohani.
Selain itu, Semar juga diperintahkan untuk menjaga hati orang-orang suci agar tidak terkontaminasi oleh sifat dan nafsu setan. Oleh karena itu dalam cerita pewayangan dikatakan bahwa Semar diperintahkan untuk menguasai alam sunyaruri atau alam kosong dan tidak diperkenankan menguasai Manusia di alam dunia. Maksud dari alam kosong adalah alam yang kosong dari cahaya iIlahi.
Sosok Semar hadir untuk menegaskan mengenai arti pentingnya peran agama dalam kehidupan. Agama berperan menyadarkan Manusia dan membawanya menuju cahaya.
Sosok Semar juga merupakan simbol Al-Qur’an sebagai kalam iIlahi yang sangat penting, yang di dalamnya memiliki beberapa tujuan mendasar, yaitu:
Sosok Semar juga merupakan simbol Al-Qur’an sebagai kalam iIlahi yang sangat penting, yang di dalamnya memiliki beberapa tujuan mendasar, yaitu:
• Membersihkan akal dan mensucikan jiwa Manusia dari segala bentuk kesyirikan.
• Menciptakan kemanusiaan yang adil dan beradab.
• Menciptakan persatuan dan kesatuan alam, baik alam fisik dengan metafisik dan masih banyak lagi tujuan yang dibawa oleh sosok Semar dalam pentas pewayangan.
Dari sosok Punakawan, baik fisik maupun kehidupan kesehariannya terkandung pancaran nilai-nilai tasawuf.
Dalam Islam, aspek tasawuf dipercaya dapat membawa Manusia lebih dekat kepada ALLAH. Dan dalam pencapaiannya, Manusia harus menempuh maqomat kesufian yang tercermin dari tokoh Semar.
Tokoh Semar setidaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
• Wijaya (bijaksana dalam berbakti kepada Negara)
• Mantriwira (dengan senang hati berbakti kepada Negara)
• Wicaksana maya (bijaksana dalam berbicara dan bertindak)
• Matangwan (dikasihi dan dicintai rakyat)
• Satya bakti prabu (setia kepada Negara dan Raja)
• Wakniwak (tidak berpura-pura)
• Seharwan pasaman (sabar dan sareh, tidak gugup dalam hati)
• Dirut saha (jujur, teliti, sungguh-sungguh dan setia)
• Tan lelana (baik budi dan mengendalikan panca indera)
• Diwiyacita (menghilangkan kepentingan pribadi)
• Masisi samastha buwana (memperjuangkan kesempurnaan diri dan kesejahteraan dunia), dan masih banyak sifat punakawan yang mengarah kepada konsep hidup ala sufi.
Baca juga: Pengertian tentang ilmu Laduni
Demikian sedikit informasi tentang ajaran tauhid dari tokoh punakawan Semar yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar Dunia Spiritual dan Supranatural, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Terima kasih
Post a Comment for "Ajaran Tauhid Dari Tokoh Punakawan Semar"