Kisah pemberontakan Ki Ageng Mangir dengan Tombak Pusaka Kyai Baru Klinting
Ilustrasi Tombak Baru Klinting |
Hartalangit.com - Tombak Kyai Baru Klinting adalah Tombak pusaka yang sangat fenomenal. Tombak ini terkenal karena kesaktiannya yang sangat dahsyat, bahkan konon hanya dengan di arahkan saja tanpa menyentuh tubuh musuh, maka tubuhnya kan hangus terbakar.
Tombak Kyai Baru Klinting adalah pusaka andalan milik Ki Ageng Mangir Wonoboyo yang merupakan keturunan ke-5 dari Prabu Brawijaya Raja Majapahit. Menurut cerita legenda, Tombak Baru Kyai Klinting berasal dari lidah seekor Naga yang dipotong oleh Panembahan Merbabu yang merupakan kakek dari Ki Ageng Mangir.
Dengan memiliki pusaka Tombak Kyai Baru Klinting, Ki Ageng Mangir menyatakan dirinya sebagai pewaris tahta yang akan memerintah Tanah Jawa dan sekitarnya. Padahal pemerintahan yang syah pada waktu itu masih dipegang oleh Panembahan Senopati yang memerintah Kerajaan Mataram Islam.
Karena begitu ampuhnya kekuatan tombak Kyai Baru Klinting, maka Ki Juru Mertani atau Patih Mandaraka yang merupakan penasehat Kerajaan Mataram mewanti-wanti agar Panembahan Senopati jangan sampai beradu kekuatan (bertarung) dengan Ki Ageng Mangir. Alasannya karena kesaktian tombak Kyai Baru Klinting yang sangat dahsyat dan kesaktian Ki Ageng Mangir yang pilih tanding.
Aroma makar yang dilakukan Ki Ageng Mangir Wonoboyo sudah tercium karena sudah tiga tahun lamanya Mangir tidak pernah membayar pajak (upeti) pada Kerajaan Mataram. Pada zaman Kerajaan, jika ada daerah yang masih dalam wilayah kekuasaan suatau Kerajaan tidak mau menyetorkan upeti/pajak akan disebut sebagai pemberontak.
Apalagi ketika itu Ki Ageng Mangir menghimpun kekuatan militer dengan merekrut para pemuda dari seluruh penjuru Kemangiran, Pajang, bahkan sampai Madiun. Ki Ageng Mangir mendidik para pemuda dengan latihan kemiliteran dan indoktrinasi untuk pembentukan militansi agar mereka berani mati demi kejayaan Negara.
Pihak Kerajaan Mataram sempat terperangah ketika mendapatkan laporan dari tiliksandi (intelejen) bahwa kekuatan pasukan bentukan Ki Ageng Mangir di Desa Kemangiran sudah begitu kuat dengan jumlah prajurit yang mencapai ribuan dan mereka semua telah didoktrin untuk tujuan menggulingkan tahta Panembahan Senopati.
Rasa dendam Ki Ageng Mangir semakin membara ketika dijelaskan tentang asal-usulnya yang masih keturun langsung dari trah Majapahit. Apalagi dengan adanya Tombak Kyai Baru Klinting yang tidak bisa ditandingi oleh kesaktian dan pusaka andalan Panembahan Senopati sekalipun, sehingga membuat Ki Ageng Mangir semakin berani.
Tapi meskipun kekuatan prajurit Mangir hampir menyamai kekuatan tentara Kerajaan Mataram yang baru saja berdiri, bahkan sempat membuat cemas para Nayaka Praja dan penasehat militer Kerajaan Mataram, tapi Ki Ageng Mangir tidak memiliki penasehat militer sehandal Kerajaan Mataram yaitu Ki Juru Mertani.
Menghadapi persoalan ini, Panembahan Senopati segera mengumpulkan segenap bawahannya dan para punggawa Kerajaan Mataram untuk bermusyawarah mencari siasat untuk menaklukkan daerah Mangir yang dipimpin oleh Ki Ageng Mangir Wonoboyo yang terkenal sakti mandraguna dan memiliki Tombak sakti Kyai Baru Klinting.
Dalam pertemuan itu hadir Ki Juru Mertani dan Pangeran Mangkubumi. Dan akhirnya Ki Juru Mertani mendapatkan cara untuk menaklukkan Mangir dengan cara halus. Alasannya karena kesaktian Tombak Kyai Baru Klinting tidak bisa dikalahkan dengan kekerasan. Kesaktian Tombak sakti itu hanya bisa luntur jika tersentuh kain kemben milik seorang wanita.
Setelah bermusyawarah, akhirnya disepakati untuk mengirim Dewi Pambayun yang merupakan putri dari Penembahan Senopati untuk menyamar sebagai penari "Teledek" atau penari keliling untuk memikat hati Ki Ageng Mangir.
Dalam penyamarannya itu, Dewi Pambayun dikawal oleh para pengawal Kerajaan yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang menyamar sebagai rombongan teledek. Dalam penyamarannya, rombongan harus berkeliling sampai ke daerah Mangir yang merupakan daerah kekuasaan Ki Ageng Mangir Wonoboyo.
Tugas rahasia ini benar-benar dilakukan dengan sangat hati-hati sehingga rombongan teledek tersebut menjadi terkenal dan akhirnya sampai ke Mangir.
Rupanya siasat ini cukup ampuh, Ki Ageng Mangir yang mendengar kabar tentang seorang penari teledek yang cantik, pintar menari dan bisa menyanyikan tembang dengan merdu menjadi penasaran dan berminat untuk memanggil rombongan kesenian tersebut untuk tampil di daerah kekuasannya, yaitu desa Mangir. Tentu saja hal ini membuat Pangeran Mangkubumi sebagai kepala rombongan merasa senang karena memang inilah yang menjadi tujuannya, pucuk dicinta ulampun tiba.
Singkat cerita, rombongan tari Dewi Pambayun tampil di rumah kediaman Ki Ageng Mangir Wonoboyo. Menyaksikan keluwesan tarian dan kecantikan wajah Dewi Pambayun, Ki Ageng Mangir merasa tertarik dan jatuh cinta kepada Dewi Pambayun.
Rupanya cinta Ki Ageng Magir tidak bertepuk sebelah tangan, karena melihat kegagahan, keperkasaan, dan ketampanan Ki Ageng Mangir, akhirnya Dewi Pambayun juga jatuh cinta dan menerima pinangan Ki Ageng Mangir. Sejak saat itu mereka menjadi suami istri yang syah dan Dewi Pambayun tinggal di Mangir untuk bebarapa lama.
Sebagai seorang istri yang sudah cukup lama mendampingi suaminya, tentunya Dewi Pambayun sudah mengenal sifat, karakter, dan kebiasaan-kebiasaan suaminya. Dewi Pambayun juga sudah melihat dan memegang, bahkan sudah berhasil mengusap senjata andalannya yaitu Tombak Kyai Baru Klinting dengan kain kembennya. Lenyaplah sudah kesaktian tombak pusaka Kyai Baru Klinting tersebut oleh usapan kain kemben Dewi Pambayun istri tercinta Ki Ageng Mangir.
Baca juga: Filosofi dan tuah Tombak Biring Lanang
Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, kemudian Dewi Pambayun berkata kepada Ki Ageng Mangir untuk mengajak suaminya itu berkunjung ke Mataram menghadap mertuanya yang sekaligus juga musuhnya yaitu Panembahan Senopati.
Awalnya Ki Ageng Mangir menolak keras ajakan istrinya itu karena dia merasa bahwa semua ini hanya siasat Mataram untuk menaklukkan dirinya. Tapi karena Dewi Pambayun terus membujuknya, akhirnya Ki Ageng Mangir luluh juga dan menuruti permintaan Dewi Pambayun yang sangat dicintainya itu dengan ucapan yang sangat menyentuh hati Dewi Pambayun.
Lukisan Ki Ageng Mangir |
"Baiklah istriku Pambayun, aku mempercayaimu. Andaipun ini adalah siasat ayahmu atau mungkin siasatmu sendiri, aku ikhlas dan rela. Aku tahu semuanya ini saat kau mengusap senjata andalanku tombak Kyai Baru Klinting dengan kembenmu ketika aku tertidur. Itu artinya, sebagian besar kesaktian tombak itu sudah lenyap, artinya sebagian kesaktian yang ada di tubuhku juga telah lenyap"
"Baiklah Pambayun, meskipun setengah kesaktian tombak Kyai Baru Klinting masih melekat dalam tombak dan tubuhku ini, aku tidak akan menggunakannya, aku tidak akan membawanya sesuai dengan harapanmu, harapan ayahmu, dan harapan kepala pengawalmu Pangeran Mangkubumi itu. Dan perlu engkau ketahui semua ini aku lakukan karena aku sangat mencintaimu, mencintai anakku yang mungkin akan kau kandung kelak. Dan perlu kau ketahui juga, aku sama sekali tidak akan menyerah dan berpantang mundur dengan apa yang sudah aku lakukan sebagai seorang pemimpin yang dipercaya oleh rakyatku di Mangir ini"
Demikian ucapan Ki Ageng Mangir kepada Dewi Pambayun yang sangat dicintainya itu. Mendengar ucapan suaminya, Dewi Pambayun tertunduk diam membisu, dan dalam hati kecilnya dia merasa malu dan menyesal dengan apa yang dilakukan terhadap suaminya itu karena sesungguhnya dia juga sangat mengagumi dan mencintai Ki Ageng Mangir, akan tetapi apalah daya semuanya itu memang sudah menjadi tugas Negara yang di embannya dan harus dilaksanakan dengan penuh pengorbanan.
Singkat cerita, akhirnya Ki Ageng Mangir dan istrinya Dewi Pambayun beserta para pengawal Kerajaan Mataram yang menyamar sebagai rombongan tari tersebut berangkat menuju Mataram untuk menghadap Panembahan Senopati.
Beberapa waktu kemudian, sampailah Ki Ageng Mangir di Mataram dan dia diterima dengan penuh keramahan oleh Panembahan Senopati. Menerima sikap yang penuh keramahan, keakraban dan penuh kekeluargaan itu, kewaspadaan Ki Ageng Mangir lenyap.
Segera Ki Ageng Mangir merunduk bersimpuh dihadapan mertuanya itu untuk memohon do'a restu karena telah menikahi putrinya. Sungguh tidak diduga, Panembahan Senopati Ing Alogo Saiyidin Panotogomo tiba-tiba memegang kepala Ki Ageng Mangir dengan kekuatan penuh dan kesaktiannya. Kemudian Panembahan Senopati membenturkan kepala Ki Ageng Mangir ke lantai batu yang sangat keras bernama "watu gilang" sekuat tenaga. Saat itu juga Ki Ageng Mangir tewas dengan kepala pecah.
Ki Ageng Mangir yang sakti mandraguna, linuwih tanpa tanding itu pada akhirnya takluk tidak berdaya oleh bujuk rayu Dewi Pambayun. Dia merupakan korban bujuk rayu dan pengkhianatan seorang wanita.
Menurut cerita, jasad Ki Ageng Mangir dibelah menjadi dua, yang setengah dimakamkan didalam komplek pemakaman Raja-Raja Imogiri, dan setengahnya lagi disemayamkan diluar komplek pemakaman itu. Hal ini merupakan perlakuan Raja Mataram Panembahan Senopati yang masih mengakui Ki Ageng Mangir sebagai menantunya yang sekaligus juga sebagai musuh besarnya.
Baca juga: Filosofi dan tuah Keris Nogo Topo
Demikian sedikit informasi tentang kisah pemberontakan Ki Ageng Mangir dan keampuhan Tombak Pusaka Kyai Baru Klinting yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar Dunia Spiritual dan Supranatural, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Terima kasih
Post a Comment for "Kisah pemberontakan Ki Ageng Mangir dengan Tombak Pusaka Kyai Baru Klinting"