Perbedaan Keris Sengkelat dan Keris Parung Sari (Bentuk - Filosofi - Tuah)
Hartalangit.com – Keris merupakan benda pusaka yang syarat akan makna tentang nilai-nilai kehidupan dan juga kental muatan spiritual. Masing-masing nama dhapur Keris memiliki filosofi yang berbeda-beda sesuai dengan nama, bentuk, jumlah luk dan juga ricikannya. Sedangkan tuah pada sebilah Keris biasanya mengikuti dhapur dan juga pamornya.
Terkadang ada juga dhapur Keris berbeda yang memiliki bentuk hampir serupa sehingga membuat banyak yang keliru dalam menamakannya, contohnya antara Keris dhapur Sengkelat dan Keris dhapur Parung Sari. Kedua Keris tersebut sama-sama berluk 13 dengan ricikan yang hampir sama, yaitu: Kembang kacang, Jalen, Lambe gajah, Tikel alis, Sogokan rangkap, Sraweyan, Greneng, serta ada yang memakai jenggot dan ada juga yang tidak.
Sekilas antara Keris dhapur Sengkelat dan Keris dhapur Parung Sari memiliki bentuk yang sama persis karena yang membedakan kedua Keris ini hanya pada jumlah Lambe gajahnya saja. Keris sengkelat memiliki satu Lambe gajah sedangkan Keris Parung Sari memiliki dua Lambe gajah.
Karena kemiripannya itulah yang seringkali membuat banyak orang salah menamakannya. Karena Keris Sengkelat lebih terkenal sehingga banyak orang yang kemudian menganggap Keris Parung Sari adalah Keris Sengkelat, atau mungkin karena kurang teliti dalam mengamati ricikannya.
Meskipun bentuknya hampir sama, tapi kedua Keris tersebut memiliki filosofi dan tuah yang berbeda, meskipun tuahnya sama-sama untuk kewibawaan tapi tujuan atau peruntukannya berbeda. Keris Sengkelat memiliki tuah untuk wibawa kekuasaan sedangkan Keris Parung Sari memiliki tuah kewibawaan yang bersifat kasepuhan.
Baca juga: Pengertian tentang Keris Tayuhan dan cara menayuh Keris
Berikut ini filosofi dan tuah Keris Sengkelat dan Keris Parung Sari selengkapnya:
Filosofi Keris Sengkelat:
Keris Sengkelat |
Nama Sengkelat adalah singkatan dari "sengkel atine" atau "sengkeling ati" yang artinya dongkol hatinya (marah/kecewa). Awalnya, Keris Sengkelat dibuat untuk mewakili kondisi rakyat Majapahit pada waktu itu yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah atau penguasa yang lebih mengutamakan kepentingan kaum pemilik modal atau para pengusaha yang dilambangkan dengan Keris Sabuk inten.
Cerita tentang pertarungan Keris Sengkelat melawan Keris Sabuk inten dan Keris Nogososro merupakan gambaran dari kondisi masyarakat pada waktu itu. Bahkan kondisi tersebut sebetulnya juga masih terjadi sampai saat ini.
Keris Nogososro yang melambangkan Penguasa dan Keris Sabuk inten yang melambangkan pengusaha/kaum pemilik modal memiliki hubungan yang harmonis dan hal itu membuat Keris Sengkelat yang mewakili masyarakat bawah menjadi meradang dan melakukan perlawanan.
Itulah keistimewaan Keris yang tidak dimiliki senjata-senjata lainnya. Keris bukan hanya berfungsi sebagai senjata tajam saja tapi juga merupakan alat politik dan dakwah yang ampuh.
Pesan sesungguhnya dari Keris Sengkelat adalah untuk mengingatkan para penguasa agar tidak mengabaikan nasib rakyatnya, agar para penguasa tahu jika rakyatnya sedang "sengkel atine" atau kecewa karena pemimpinannya tidak mengutamakan kepentingan rakyatnya tapi justru lebih mengutamakan kepentingan dirinya dan golongannya dengan membuat kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Keris Sengkelat adalah sebuah pesan tersirat untuk para penguasa agar mau melihat dan turun kebawah memperhatikan kondisi rakyatnya yang "sengkel atine". Jangan sampai rakyatnya merasa tidak puas dengan kepemimpinannya, jangan sampai rakyatnya marah karena sudah sekian lama merasa "sengkel atine" melihat perilaku para penguasa dan aparatur Negara yang tidak berpihak pada rakyat kecil, jangan sampai rakyat mengerahkan kekuatannya dan melakukan perlawanan karena kekuatan rakyat yang marah tidak akan bisa dibendung.
Itulah kenapa Keris Sengkelat yang pertama kali dibuat oleh Mpu Supo Mandrangi diberikan kepada Prabu Brawijaya, tujuannya agar sang Raja mengerti dengan kondisi rakyatnya yang merasa "sengkel atine" karena kondisi Kerajaan Majapahit pada waktu itu sedang tidak stabil.
Baca juga: Pusaka-pusaka ampuh peninggalan Kerajaan Majapahit
Angka 13 sendiri dalam khasanah Jawa dimaknai sebagai "las-lasaning urip", masa-masa akhir kehidupan atau melambangkan kasepuhan.
Ada pengertian lain bahwa luk 13 juga memiliki arti "tri welas", yaitu: welas ing sesami, welas ing sato iwen, lan welas ing tetuwuhan. Semua ini diarahkan kepada keselarasan antara manusia, lingkungan dan Tuhan.
Angka 13 juga dianggap sebagai penolak bala, karena terdiri dari angka 1 (angka pertama) yang memiliki makna permulaan, tunggal dan ke-Esa-an yang melambangkan ke-Tuhanan.
Sedangkan angka 3 adalah angka ganjil yang mencerminkan keseimbangan hidup. Dalam kehidupan ini ada 3 perkara yang selalu berkaitan dengan Manusia, contohnya:
- Ada 3 perkara dalam hidup yang tidak mungkin kembali, yaitu: waktu, ucapan dan kesempatan. Jadi sebisa mungkin manfaatkan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat, menjaga ucapan kita agar tidak menyakiti orang lain karena mulutmu adalah harimaumu dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
- Ada 3 perkara yang tidak kita mengerti dengan pasti, yaitu: rejeki, umur dan jodoh.
- Ada 3 perkara dalam hidup yang pasti terjadi, yaitu: tua, sakit dan mati. Oleh karena itu persiapkanlah masa-masa itu dengan sebaik-baiknya karena ketika manusia sudah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do'a anak yang sholeh.
Tuah Keris Sengkelat:
Dari sisi isoteri Keris Sengkelat memang diciptakan dengan tuah kewibawaan yang sangat besar untuk menandingi kekuatan Keris Nogososro dan Keris Sabuk inten, sehingga secara wujud fisik Keris Sengkelat memang memiliki perbawa yang sangat besar.
Kesan pertama ketika menghunus Keris Sengkelat dari warangkanya adalah pancaran perbawa yang begitu besar dari Keris ini. Maka tidak heran jika Keris ini menjadi sangat populer dikalangan para penggemar Tosan Aji dan banyak dicari oleh para pemimpin dan para pejabat tinggi yang memiliki banyak bawahan sebagai sarana atau piandel untuk menambah kewibawaan dan kharisma agar dihormati dan disegani oleh para bawahannya serta orang-orang disekitarnya.
Orang yang memiliki Keris Sengkelat akan memiliki wibawa dan kharisma yang sangat besar sehingga akan dihormati dan disegani oleh semua orang. Sebagai seorang atasan, maka perintah dan keputusannya akan dipatuhi karena aura kewibawaannya yang begitu besar akan membuat orang lain tunduk dan "pekewuh" dengan pemilik Keris Sengkelat.
Filosofi Keris Parung Sari:
Keris Parung Sari |
"Parung" dapat diartikan "deretan lereng bukit dan lembah", sedangkan "Sari" dapat diartikan sebagai "bunga". Jadi secara harfiah, Parungsari dapat diartikan sebagai "hamparan elok bukit dan lembah yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang indah". Mungkin itulah pemaknaan paling sederhana dari Parungsari.
Keris ini melambangkan kehidupan yang tentram, damai dan indah seperti hamparan lembah yang ditumbuhi banyak bunga. Begitu sejuk, damai, harum dan indah. Itulah filosofi dari Keris Parungsari sebagai simbolisasi harapan bagi pemiliknya agar dapat meraih kehidupan seperti makna Parungsari.
Tuah Keris Parung Sari:
Tuah dari Keris ini lebih condong untuk kasepuhan dan kewibawaan sehingga pemilik Keris Parungsari akan memiliki aura kewibawaan dan kharisma yang besar sehingga membuatnya disegani oleh semua orang serta memiliki nama harum (nama baik) di masyarakat. Keris Parungsari adalah simbolisasi harapan untuk dapat memiliki kehidupan yang tentram dan damai (adem ayem).
Baca juga: Keris sejatinya adalah media do'a dan harapan dari pemiliknya
Demikian sedikit informasi tentang perbedaan Keris Sengkelat dan Keris Parung Sari yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar benda-benda pusaka, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Tonton juga videonya:
Dukung Harta Langit Channel dengan cara like, subscribe, komen dan share video ini agar kami dapat terus berkarya untuk mengenalkan dan melestarikan warisan budaya leluhur kita.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Perbedaan Keris Sengkelat dan Keris Parung Sari (Bentuk - Filosofi - Tuah)"