Sejarah dan Makna Jimat Kalimasada
Kalimat Syahadat - (Sumber gambar: alqolamupi.com) |
Pandawa 5 sendiri
merupakan perlambang dari 5 rukun Islam,
yaitu:
1. Yudhistira dengan pusaka andalannya Jamus Kalimosodo
melambangkan rukun Islam yang pertama yaitu Syahadat.
2. Werkudoro yang selalu berdiri dan memiliki pusaka Kuku
Pancanoko merupakan simbol dari rukun Islam yang kedua, yaitu Sholat wajib 5
waktu.
3. Arjuna yang memiliki paras tampan dan digandrungi banyak
wanita merupakan simbol rukun Islam yang ke 3, yaitu Puasa Ramadhan.
4. Nakula merupan simbol dari rukun Islam yang ke 4, yaitu
zakat.
5. Sadewa merupakan simbol dari rukun Islam yang ke 5, yaitu haji.
Wayang Pandawa Lima |
Jamus Kalimosodo merupakan suatu jamus/surat yang terdapat tulisan tentang pengertian/kawruh, “Barang siapa mendapatkan kawruh ini maka ia akan menjadi Raja atau memiliki kekuasaan yang besar”.
Dalam cerita pewayangan, Jamus Kalimosodo adalah pusaka yang
berwujud kitab, dan merupakan benda yang dikeramatkan di Kerajaan Amarta yang
merupakan warisan dari Kyai Semar. Jamus Kalimosodo/Kalimasada adalah pusaka
untuk menangkal kesengsaraan, bebendu atau hukuman dari TUHAN. Jimat ini diwahyukan
kepada Pendawa Lima dan diteruskan kepada para puteranya. Jadi, para putera Pendawa
Lima merupakan pralampita pengejawantahan dari panca indera Manusia yang
meliputi mata, hidung, telinga, lidah, dan kulit serta anggota badan lainnya.
- Yang pertama adalah Sang Pretiwindya putera dari Prabu
Yudhistira sebagai perlambang indera penglihatan.
- Yang kedua adalah Sang Sutasoma, putera Sang Werkudara
sebagai perlambang dari indera penciuman.
- Yang ketiga adalah Sang Sutakirti putera Sang Arjuna
sebagai perlambang indera pendengaran.
- Yang keempat adalah putera Raden Nakula yaitu Sang
Satanika sebagai perlambang lidah (indera perasa)
- Yang kelima adalah Sang Srutakarma putera dari Raden
Sadewa sebagai perlambang kulit dan seluruh anggota badan yang juga sebagai
indera perasa.
Kelima putera tersebut dari satu isteri Pendawa Lima yaitu
Dewi Drupadi sebagai wujud retasan dari Yang Maha Kuasa (Purbawisesaning
gesang). Intisari dari cerita tersebut yakni asal muasal panca indera tidak
lain adalah dari wujud ciptaan Sang Khaliq/Tuhan Yang Maha Kuasa/Sang Hyang
Wenang/Gusti Kang Maha Wisesa.
Tetapi Sang Werkudoro dari isteri Dewi Arimbi kemudian dikaruniai
putera bernama Gatut Kaca sebagai perlambang dari pamicara. Secara syariat Pamicara
atau berbicara menggunakan bahasa Manusia merupakan hasil karya peradaban
Manusia, karena Purbawasesaning gesang hanya menciptakan suara untuk makhluk-NYA,
tidak menciptakan bahasa untuk Manusia. Tapi secara hakikat, semua yang ada
didunia ini, termasuk Manusia dengan segala kecerdasan intelektualnya adalah
mutlak merupakan karya TUHAN. Manusia hanyalah wayang yang memerankan cerita
Sang Dalang (TUHAN).
Bahasa/bicara/wicara merupakan hasil karya peradaban Manusia,
sehingga Gatut Kaca bukan menjadi putera Werkudara dengan Dewi Drupadi, tetapi
dengan Dewi Arimbi. Sang Werkudara sendiri merupakan perlambang hawa atau
udara, maka Gatut Kaca adalah putera Werkudara dengan Dewi Arimbi, bukan dengan
Dewi Drupadi. Artinya, bahwa nafas dan suara asalnya dari hawa atau udara. Maka
jika mulut dibungkam dan hidung ditutup pasti tidak akan bisa bicara.
Ketika agama Islam masuk ke Indonesia, wayang dijadikan alat
untuk penyebaran agama Islam oleh Kanjeng Sunan Kalijogo dengan memasukkan
unsur-unsur Islam didalam kandungan cerita Mahabharata, contohnya: Puntodewo
atau Yudistira sebagai Raja di Kerajaan Amartapura memiliki jimat yang bernama
"Jamus Kalimasodo" yang merupakan pegangan atau lambang keunggulan
sebagai seorang Raja dan merupakan pusaka yang paling sakti di antara
pusaka-pusaka lainnya.
Baca juga: 9 Keris pusaka paling sakti dan paling dicari ditanah Jawa
Kalimosodo atau Kalimasada adalah kependekan dari "Kalimat
Syahadat" yang merupakan rukun Islam pertama sebagai pengakuam seorang
muslim bahwa "Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan
Allah".
Kanjeng Sunan Kalijogo memang memiliki kecerdasan luar bisa
sehingga mampu memasukkan nilai-nilai ajaran agama Islam kedalam tradisi dan
kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat Jawa, termasuk ke dalam cerita
pewayangan Baratayudha yang sebetulnya merupakan produk dari budaya Hindu.
Baca juga: Keris dan Wayang Kulit adalah media dakwah Sunan Kalijaga yang syarat makna spiritual
Ini adalah kepandaian dari Walisongo untuk meng-Islamkan
masyarakat Jawa yang pada saat itu mayoritas masih beragama Hindu. Dalam hal
seberapa besar Islam betul-betul secara efektif memiliki pengaruh yang besar dalam
wayang purwo atau wayang kulit, masyarakat Islam masih banyak meragukan hal
itu.
Bahkan ada sebagian masyarakat Islam yang mengharamkan wayang
purwo atau wayang kulit yang jelas masih memiliki nafas Hindu atau Jawa yang
justru lebih menonjol dibandingkan dengan nafas Islamnya, terlepas dari
kenyataan bahwa wayang purwo atau wayang kulit masih tetap digemari oleh masyarakat
Jawa yang Islam maupun yang bukan Islam.
Tentu saja orang-orang yang beranggapan bahwa wayang kulit
itu haram adalah mereka yang tidak memahami akan makna dari cerita pewayangan
dan semua karakter tokoh-tokoh didalamnya yang semuanya sebetulnya memiliki
makna yang sangat kental dengan ajaran Islam. Bukan hanya wayang saja, bahkan
Keris yang selama ini di anggap sebagai benda klenik sebetulnya juga memiliki
filosofi yang kental dengan ajaran Islam, hanya saja semuanya dibuat tersirat
dan hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang telah matang secara spiritual.
Baca juga: Filosofi Keris Pandawa Cinarita sebagai tuntunan hidup
Di kalangan masyarakat Jawa sendiri ada yang
menginterpretasikan Kalimasada/Kalimosodo sebagai singkatan dari dua kalimah
syahadat, dan ada juga yang menginterpretasikan sebagai lahirnya Pancasila.
Ada yang menginterpretasikan bahwa tokoh pewayangan Pandawa
Lima itu salah, tentunya anggapan tersebut tidak bisa dibenarkan dan tidak juga
bisa disalahkan karena cara pandang setiap orang tidaklah sama. Yang terpenting
adalah jangan sampai kita kehilangan isi/makna dari Jamus Kalimosodo tersebut.
Sebagai orang Jawa yang mendapatkan warisan dari leluhur
berupa karya-karya adiluhung, maka seyogyanya kita bisa memaknainya dengan
baik. Pengertian Jamus Kalimosodo secara singkat adalah Kalimasodo (Kalimo usodo
atau jajampi wari gangsal), yaitu bisa dimaknai lima macam obat atau lima macam
tindakan (lelampahan gangsal) yang harus dilakukan setiap orang agar
mendapatkan keselamatan didunia dan di akhirat (kawilujengan).
Lima macam tindakan
tersebut, antara lain:
1. Suci: Setia dan jujur.
2. Sentausa: Adil paramarta dan bertanggung jawab.
3. Kebenaran: Sabar, belas kasih dan rendah hati.
4. Pintar/kepandaian: Pandai ilmu, pandai mengenakkan hati
sesama, dan pandai meredam hawa nafsu.
5. Kesusilaan: Selalu mengedepankan sopan-santun dan teguh
memegang tatakrama.
Langkah kelima perkara tersebut tidak boleh diabaikan salah
satunya. Jadi harus dilakukan serempak bersama-sama, atau dalam istilah Jawa
disebut “ayam kapenang”. Sebutan ayam kapenang tersebut kemudian digunakan
sebagai paugeran atau patokan yang menjadi petunjuk hidup.
Dalam cerita pewayangan, ayam kapenang menjadi perwujudan dari
watak masing-masing Ksatria Pendawa Lima, sehingga kemudian disebut sebagai
ayam kapenang yang artinya telur ayam sepetarangan, yang mengandung maksud “pecah
satu maka akan pecah semua”.
Istilah tersebut untuk membahasakan sikap guyub rukunnya
para Ksatria Pendawa Lima dalam tali persaudaraan, jika ada salah satu yang
yang tersakiti maka yang lain pasti akan membelanya. Langkah lima perkara
tersebut harus dijalankan bersama-sama, jika salah satunya tidak jalan maka
akan mengalami kegagalan. Seumpama, meskipun sudah menjalankan kesetiaan,
kesentausaan, kepandaian, dan kesusilaan, tetapi buta akan kebenaran pasti
tidak akan bisa menjadi Manungso pinunjul/Manusia yang unggul.
Jika kebenaran dilupakan, itu artinya tidak memahami akan
benar salahnya tindakan, perbuatan, dan pekerjaan. Itu artinya, kesetiaan dan
kesentausaannya hanya untuk mendukung kepada perbuatan, tindakan, pekerjaan
yang tidak benar. Kepandaian dan kesusilaannya juga hanya untuk membodohi (minteri)
orang lain.
Perbuatan demikian yang menjadikan musabab menganggap enteng
segala bahaya dan resiko yang tidak bisa ditolak hanya dengan doa, tapi justru
sebaliknya, akan menyebabkannya jatuh dalam duka dan kesengsaraan.
Kalimasodo juga bisa bermakna limo usodo atau lima obat yang
memiliki maksud “Tombo ati iku ono limang perkoro”, artinya: obat hati itu ada
5 macam, yaitu:
1. Sholat wengi lakonono: Lakukanlah Sholat malam.
2. Moco Qur’an sak maknane: Membaca Al-Qur’an dan maknanya.
3. Dzikir wengi engkang sue: Dzikir malam yang lama.
4. Weteng iro wani luwe: Berani lapar (puasa).
5. Wong kang sholeh kumpulono: Berkumpulah dengan
orang-orang sholeh.
Kalimasada terdiri dari beberapa bagian, yaitu: Ka = huruf
atau pengejaan Ka, Lima = angka 5, Sada/sodo = lidi atau tulang daun kelapa
yang di artikan selalu menjadi kelima ini haruslah utuh (selalu 5).
Kelima unsur Kalimasada
teridiri dari:
1. Ka Donyan (Keduniawian):
“Ojo ngoyo dateng dunyo”, yang artinya: jangan mengutamakan hal-hal yang
bersifat duniawian. Urusan kebutuhan duniawi memang perlu di upayakan, tapi
jangan terlalu diutamakan.
2. Ka Kewanan (sifat binatang): “Ojo tumindak kaya dene Kewan”,
yang artinya: jangan berbuat atau bertindak seperti hewan, cotonya : tindakan
asusila, amoral, tidak beretika, dan tindakan-tindakan lainnya yang melanggar
norma.
3. Ka Robanan: “Ojo ngumbar howo napsu”, yang artinya: jangan
mengumbar hawa nafsu, karena untuk bisa menjadi Manusia unggul harus bisa
mengendalikan hawa nafsu.
4. Ka Setanan: “Ojo tumindak sing duduk samestine”, yang
artinya: jangan bertindak yang tidak semestinya dan melanggar norma-norma yang
ada di masyarakat dan norma agama.
5. Ka Tuhanan: “Gusti Alloh iku tan keno kinoyo ngopo
nanging ono”, yang artinya: Gusti Allah tidak dapat diceritakan secara apapun
tapi tetap ada.
Pengertian asli dari Jamus Kalimosodo di atas adalah isi murni
dari pengertian sebenarnya sebagai simbol rukun Islam pertama, yaitu Kalimat
Syahadat. Setiap orang boleh membungkusnya dengan kemasan apapun tetapi jangan
sampai kehilangan makna aslinya, karena pengertian di atas merupakan pengertian
sebenarnya dari Jamus Kalimusodo beserta penjabarannya.
Baca juga: Pusaka-pusaka ampuh peninggalan Kerajaan Majapahit
Demikian sedikit informasi tentang sejarah dan makna Jimat
Kalimasada yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi
lain seputar Dunia Spiritual dan Supranatural, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Sejarah dan Makna Jimat Kalimasada"