Kisah Ki Ageng Selo Sang Penangkap Petir
Ilustrasi |
Baca juga: Pusaka-pusaka ampuh peninggalan Kerajaan Majapahit
Pernikahan Brawijaya V dengan Putri Wandan Kuning melahirkan Bondan Kejawen atau Lembu Peteng. Lembu Peteng yang menikah dengan Dewi Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub kemudian memiliki keturunan Ki Ageng Getas Pendawa. Dari Ki Ageng Getas Pendawa lahirlah Bogus Sogom alias Syekh Abdurrahman alias Ki Ageng Selo.
Ki Ageng Selo adalah tokoh spiritual sekaligus leluhur Raja-Raja Kesultanan Mataram. Beliau adalah guru dari Sultan Hadiwijaya pendiri Kesultanan Pajang, dan merupakan kakek dari Panembahan Senopati Ing Alogo pendiri Kesultanan Mataram.
Ki Ageng Selo dikisahkan pernah mendaftar sebagai perwira di Kesultanan Demak. Dia berhasil membunuh seekor banteng sebagai persyaratan seleksi, namun karena ngeri melihat darah banteng yang dibunuh oleh Ki Ageng Selo membuat Sultan Trenggono menolaknya masuk sebagai prajurit Kerajaan Demak.
Ki Ageng Selo kemudian menyepi di desa Selo sebagai petani sekaligus sebagai seorang guru spiritual. Ki Ageng Selo pernah menjadi guru Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) pendiri Kesultanan Pajang. Ki Ageng Selo kemudian mempersaudarakan Jaka Tingkir dengan cucu-cucunya, yaitu Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Baca juga: Kisah pemberontakan Ki Ageng Mangir dengan pusaka andalannya Tombak Kyai Baru Klinting
Suatu ketika, Ki Ageng Selo sedang bertani disawah saat turun hujan deras disertai petir menyambar-nyambar dan tiba-tiba petir menyambar Ki Ageng Selo. Tapi dengan kesaktiannya Ki Ageng Selo dapat menangkap petir itu yang kemudian berubah menjadi seorang kakek tua.
“Wahai halilintar, berhentilah kamu mengganggu para penduduk” ujar Ki Ageng Selo.
“Baiklah aku tidak akan mengganggu penduduk serta anak cucumu” jawab sang petir.
Kemudian oleh Ki Ageng Selo, petir tersebut di ikat di pohon Gandrik, Penduduk desa merasa sangat lega karena mereka tidak takut disambar petir lagi ketika berada disawah.
Dari cerita itulah sampai saat ini sebagian masyarakat Jawa Tengah akan mengucapkan “Gandrik, aku putune Ki Ageng Selo” (Gandrik, aku cucu Ki Ageng Selo) sambil berdiri tegak dengan mengacungkan kepalan tangan ke langit dengan harapan agar petir menjauh dan tidak menyambarnya.
Petir atau halilintar yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo tersebut kemudian dipersembahkan kepada Sultan Demak dan dibuatkan kerangkeng jeruji dari besi untuk mengurung kakek “bledheg” tersebut untuk dipertontonkan di alun-alun Kerajaan Demak.
Pada suatu hari ada seorang nenek-nenek yang datang sambil membawa kendi berisi air. Kendi berisi air itu disodorkan kepada si kakek “petir” untuk diminum. Setelah diminum, seketika itu juga terdengar suara keras menggelegar dan hancurlah kerangkeng besi tersebut bersamaan dengan lenyapnya kakek dan nenek petir tersebut.
Untuk memperingati kejadian itu, kemudian dibuatlah Lawang Bledheg (pintu petir) di Masjid Agung Demak. Ukiran pada daun pintu itu memperlihatkan motif tumbuh-tumbuhan, suluran (lung), jambangan, mahkota mirip stupa, tumpal, camara, dan dua kepala Naga yang menyemburkan api.
Lawang Bledheg |
Lawang Bledheg sekaligus menjadi prasasti berwujud sengkalan memet yang dibaca “Nogo Mulat Saliro Wani” yang menunjukkan angka tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi. Tahun tersebut diyakini sebagai cikal bakal berdirinya Masjid Agung Demak.
Kisah yang menjadi legenda turun-temurun itu masih menjadi tanda tanya sampai sekarang, apakah kisah itu hanya sekedar dongeng atau sebuah cerita yang memiliki makna tersirat atau sebuah memang kisah yang benar-benar pernah terjadi.
Tapi ketika petir menyambar, ternyata petir bisa meninggalkan jejak di tanah, dan bahkan sering ditemukan Untu Bledheg atau gigi petir/batu petir di pohon atau dibawah pohon yang tersambar petir.
Baca juga: Misteri dan khasiat Batu Petir atau Untu Bledheg
Demikian sedikit informasi tentang kisah Ki Ageng Selo sang penangkap petir yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar dunia spiritual dan supranatural, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Kisah Ki Ageng Selo Sang Penangkap Petir"