Makna dan Tuah Keris Kaladite
Ilustrasi Keris Kaladite |
Dalam cerita pewayangan Keris Kaladite dikisahkan berasal dari taring Bathara Kala yang merupakan anak dari Bathara Guru yang kelahiran atau keberadaannya tidak direncanakan dan tidak terduga karena tercipta dari benih kama Bathara Guru yang jatuh ke samudra.
Benih kama Bathara Guru tersebut kemudian menjelma menjadi mahluk raksasa yang mengerikan dan mahluk itu tumbuh besar dengan cepat. Dia menyerang apa saja, melahap apa saja dan bahkan dewa-dewa juga tidak ada yang mampu menghadapi makhluk itu.
Ketika mengamuk di Kahyangan Suralaya, Bathara Kala hanya bisa dikalahkan oleh Sanghyang Manikmaya dengan Aji Kemayan. Selain Sanghyang Manikmaya, hanya Sanghyang Wisnu yang dapat mengalahkan Bathara Kala.
Dalam cerita tersebut kemudian kedua taring Bathara Kala dipotong. Taring yang sebelah kanan berubah menjadi Keris Kala Nadhah dan taring yang sebelah kiri berubah menjadi Keris Kaladite. Kedua Keris tersebut nantinya menjadi pusaka senopati perang Pandawa dan Kurawa. Keris Kala Nadhah diberikan kepada Prabu Kala Trembaka danKeris Kala Dite diberikan kepada Prabu Kala Karna.
Baca juga: Makna filosofi Keris Kala Nadhah
Keris Kala Nadhah yang dimiliki Prabu Trembaka (Raja Pringgandani) kemudian jatuh ke tangan Prabu Pandu dan diwariskan kepada Arjuna, lalu oleh Arjuna diberikan kepada Gatutkaca. Sedangkan pasangannya yaitu Keris Kala Dite dari Prabu Kala Karna jatuh ke tangan Adipati Karna.
Tapi dalam kepercayaan Kejawen, dalam Primbon Pakuwon kuno tentang “petungan dina” atau perhitungan hari baik dan buruk, Kala Dite termasuk dalam waler sangker (waktu larangan atau pamali), atau hari jelek yang perlu dihindari. Dite dalam bahasa Kawi umumnya disebut hari Ahad menurut penanggalan Jawa, atau hari Minggu menurut penanggalan Masehi.
Kala Dite terbagi menjadi tiga:
- Bagi yang memiliki Wuku Warigagung pantangannya jatuh pada Ahad Legi.
- Bagi yang memiliki Wuku Kuruwelut pantangannya jatuh pada hari Ahad Wage.
- Bagi yang memiliki Wuku Wugu pantangannya jatuh pada hari Ahad Pahing.
Pada hari Kala Dite seseorang berada dalam keadaan yang “mengkhawatirkan”, terutama bagi orang yang lahir pada waktu “julung” (kelahiran pada saat matahari terbit disebut julung kembang, pada saat matahari tepat di atas kepala disebut julung sungsang dan saat matahari tenggelam disebut julung caplok) karena pada waktu-waktu tersebut konon Bathara Kala mencari Manusia untuk dijadikan sebagai tumbalnya.
Selain orang yang lahir pada waktu julung, ada lagi golongan lain yang menjadi mangsa Bathara Kala, yaitu janma sukerta. Setidaknya ada tiga golongan pokok Orang Sukerta, yang pertama merupakan orang yang dianggap memiliki nasib buruk dikarenakan kelahirannya, yang kedua karena berbuat kesalahan dalam pekerjaan meski tidak disengaja, dan yang ketiga adalah orang yang dalam hidupnya terkena banyak musibah, kesialan, sakit-sakitan dan sering tidak beruntung.
Mengenai macam-macam sukerta, itu ada beberapa versi. Menurut Pakem Pangruwatan Murwakala ada 60 macam sukerta, menurut Pustaka Raja Purwa ada 136 sukerta, menurut Sarasilah Wayang Purwa ada 22 sukerta, sedangkan menurut Buku Murwakala ada 147 macam sukerta. Maka seyogyanya tidak melakukan pekerjaan di tempat-tempat yang berbahaya atau beresiko tinggi. Termasuk mereka yang sedang punya hajat penting seperti acara pernikahan, membangun rumah atau hajat-hajat penting lainnya sebaiknya menghindari hari tersebut.
Dalam dunia Tosan Aji, doa atau mantra diwujudkan dalam bentuk pusaka seperti Keris dan Tombak. Doa-doa dan harapan dilantunkan dalam laku tirakat, mulai dari tapa, matiraga, tapa bisu, dan lain sebagainya.
Keris sejatinya merupakan media doa dan harapan yang disimpan dan disimbolkan dalam bentuk dhapur, ricikan dan pamor Keris, seolah-olah sang Empu pembuatnya merekam dan menanam sabda dan doanya dalam lipatan-lipatan bilah Keris untuk menjadi sebuah keyakinan dan tuntunan hidup.
Keris Kaladite bisa dikatakan merupakan manifestasi doa untuk menemukan hakikat Manusia sejati. Sebagai sarana penyucian dan pembebasan atas dosa atau kesalahannya dalam wujud Kala yang dinilai bisa membawa dampak buruk dalam kehidupannya.
Yang menjadi inti sari pemahamannya adalah sebuah kesadaran atas ketidak sempurnaan diri akan kekuatan sekaligus kelemahannya yang selalu jatuh dalam dosa dan kesalahan yang bisa berdampak menjadi bencana (salah kedaden).
Pada hakikatnya, Kala Dite merupakan simbol penyelamatan kondisi psikologis Manusia agar bisa melepaskan diri dari sukerta atau kesialan. Hilangnya taring Bathara Kala menjadi Keris Kala Nadhah dan Kala Dite semakin memperjelas pemaknaan simbolik yang terkandung, bahwa yang di incar oleh Bathara Kala sebagai mangsanya bukan bentuk fisiknya, melainkan kondisi psilogisnya yang tidak seimbang.
Kala juga berarti waktu, dan waktu yang di anggap mengancam atau menimbulkan bencana adalah waktu yang tidak baik atau tidak tepat serta waktu yang tidak dimanfaatkan dengan baik untuk memperbaiki diri karena waktu tidak akan pernah bisa kembali.
Setiap Orang tentu berharap perjalanan waktu hendaknya selalu berpihak kepada dirinya, sehingga dalam kehidupannya selalu selamat, sehat, berkecukupan dalam hal materi, bahagia, tentram, sukses dalam pekerjaan dan usaha, sukses dalam menjalani hidup, dan selalu mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dari filosofi Kala Dite tersebut maka dapat disimpulkan jika tuah Keris Kaladite adalah untuk menghindarkan pemiliknya dari kesialan atau nasib buruk dan hal-hal negatif dalam kehidupannya.
Baca juga: Filosofi dan Tuah Keris Kala Misani
Demikian sedikit informasi tentang makna dan tuah Keris Kaladite yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar benda-benda pusaka, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Makna dan Tuah Keris Kaladite"