Sejarah dan Filosofi Rencong Aceh
Hartalangit.com – Rencong atau Rincong adalah senjata tradisional kebanggaan masyarakat Aceh yang merupakan simbol keberanian, keperkasaan, pertahanan diri dan kepahlawanan masyarakat Aceh.
Rencong sangat berarti bagi masyarakat Aceh dan merupakan identitas Aceh sehingga selain dijuluki sebagai serambi Mekah, Aceh juga dijuluki sebagai Tanah Rencong atau Tanoh Rincong.
Rencong telah dikenal sejak awal Kesultanan Islam pada abad ke-13. Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, Rencong hampir tidak pernah lepas dari pinggang (diselipkan dipinggang depan) orang Aceh.
Rencong merupakan benda pusaka yang menjadi identitas sekaligus simbol keberanian, kebesaran, martabat dan keperkasaan masyarakat Aceh, sehingga orang-orang Portugis pada masa itu harus berpikir panjang untuk mendekati wilayah Aceh.
Pada masa itu Rencong memiliki beberapa tingkatan yang menjadi penanda strata sosial masyarakat, antara lain: Rencong untuk seorang Raja/Sulthan dan Ratu/Sulthanah, sarungnya terbuat dari gading gajah dan emas, sedangkan Rencong untuk rakyak biasa, sarung terbuat dari tanduk kerbau atau kayu.
Di masa lalu, simbolisme Islam dari Rencong telah dihubungkan dengan perang suci atau jihad. Dengan kekuatan senjata ditangan dan keyakinan pada kuasa ALLAH, maka Rencong seperti memiliki kekuatan ghaib yang luar biasa.
Pada masa ketika Aceh mengusir Portugis dari seluruh tanah Sumatra dan tanah Malaka serta pada masa penjajahan Belanda, Rencong memiliki peranan penting dalam mengobarkan semangat juang rakyat Aceh dan merupakan senjata yang mematikan yang digunakan di medan perang.
Rencong tidak hanya digunakan oleh para Sulthan, Laksamana, Pang, Pang sagoe, Uleebalang, Teuku, Teungku Agam, Sayed, Habib, Cut Ampon, Cut Abang (kaum pria) saja, tapi juga digunakan oleh Teungku Inong, Syarifah, Cut Kak, Cut Adoe, Cut Putroe, Cut Nyak (kaum wanita).
Rencong selalu terselip dipinggang depan setiap pria dan wanita perkasa Aceh sebagai lambang keperkasaan dan ketinggian martabat, sekaligus simbol pertahanan diri, keberanian, kebesaran, dan kepahlawanan ketika melawan penjajah Belanda. Karena bagi siapa saja yang memegang Rencong maka akan merasa lebih berani dalam menghadapi musuh.
Dalam perjuangan dan pertempuran melawan Portugis dan Belanda, sejarah mencatat nama-nama besar pahlawan-pahlawan dan srikandi Aceh, seperti Tgk Umar, Panglima Polem, Teungku Chik Ditiro, Laksamana Malahayati, Pocut Meurah Intan, Pocut Baren, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, dan Teungku Fakinah yang tidak pernah melepaskan Rencong dari pinggangnya.
Baca juga: Jenis-Jenis Kujang dan Fungsinya
Rencong memiliki makna filosofi religius dan keislaman, gagangnya yang berbetuk huruf Arab diambil dari padanan kata Bismillah. Padanan kata itu bisa dilihat pada gagang yang melekuk kemudian menebal pada bagian sikunya.
Gagang Rencong berbentuk huruf BA, gagang tempat genggaman merupakan aksara SIN, lancip yang menurun ke bawah pada pangkal besi didekat gagang merupakan aksara MIM, pangkal besi lancip didekat gagang yang menyerupai lajur-lajur besi dari pangkal gagang hingga dekat ujungnya melambangkan aksara LAM, dan bagian bawah sarung berbentuk huruf HA, sehingga keseluruhan bentuk Rencong merupakan rangkaian huruf Arab "BA, SIN, MIM, LAM, HA", yang merupakan susunan huruf yang terbaca menjadi kalimat Bismillah.
Pada masa sekarang Rencong memang sudah tidak relevan untuk digunakan sebagai senjata. Namum demikian, Rencong masih relevan sebagai sebuah makna dari keberanian, ketangguhan dan keperkasaan dari masyarakat Aceh.
Untuk itu, pada upacara-upacara adat, misalnya saja dalam upacara pernikahan, Rencong sering dipakai sebagai pelengkap busana adat Aceh.
Pemakaian Rencong lebih mengarah sebagai simbol dari keberanian dari seorang laki-laki dalam memimpin keluarganya setelah menikah.
Jadi, Rencong bukan hanya sekadar senjata tajam tanpa makna. Benda ini merupakan simbol akidah yang dipegang teguh oleh masyarakat Aceh.
Baca juga: Jenis-Jenis Pamor Badik dan Tuahnya
Bagi masyarakat Aceh, Islam bukan hanya sebuah ajaran tentang hubungan Manusia dan TUHAN, tapi juga telah merasuk ke dalam jiwa dan setiap sendi kehidupannya, baik dalam perilaku maupun cara pikirnya.
Oleh karena itulah, gagasan tentang Islam juga merasuk dalam kerangka pikir masyarakat Aceh dalam berperang melalui senjata yang mereka pakai.
Rencong adalah sebuah simbol yang menunjukkan karakteristik masyarakat Aceh yang sangat memegang teguh ajaran Islam.
Bagi masyarakat Aceh, Rencong dipercaya memiliki khasiat atau tuah dan di anggap sebagai benda bertuah yang disakralkan. Oleh karena itulah, Rencong akan diwariskan secara turun-temurun kepada keturannya.
Rencong tidak boleh digunakan sembarangan atau untuk main-main, apalagi untuk melukai atau membunuh. Rencong hanya boleh digunakan jika dalam kondisi terdesak saja.
Rencong adalah benda pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural sehingga dalam menyimpannya juga tidak boleh sembarangan, tapi harus diruangan pribadi atau tempat yang dirahasiakan.
Rencong juga dipercaya memiliki tuah untuk melidungi pemiliknya dari gangguan mahluk ghaib dan dapat menangkal serangan ilmu hitam.
Sedangkan dari segi fisik, bilah Rencong konon mengandung racun yang sangat berbahaya dan jika sampai melukai kulit walaupun hanya luka kecil maka akan sulit disembuhkan dan bisa berakibat fatal.
Karena merupakan benda yang disakralkan, Rencong juga memiliki pantangan yang tidak boleh dilanggar. Salah satunya, Rencong yang menjadi pusaka pribadi tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain (teman) dengan menghunusnya, apalagi dimainkan didepan orang lain. Konon jika hal itu dilakukan maka dapat membawa malapetaka bagi pemiliknya.
Bagi masyarakat Aceh, Rencong di anggap sebagai benda pusaka yang memiliki kekuatan ghaib atau kesaktian, sehingga dalam tradisi masyarakat Aceh sangat terkenal narit maja (peribahasa): "Tatob ngon reuncong jeuet Ion peu-ubat, nyang saket yang tapansie Haba".
Karena Rencong merupakan benda pusaka yang dianggap sebagai barang bernilai magis religius dalam pandangan masyarakat Aceh, maka Rencong sama sekali tidak digunakan sebagai alat pemotong atau pengupas.
Secara umum ada 5 jenis Rencong, yaitu:
1. Rencong Meucugek
Dinamakan Rencong Meucugek karena pada gagang Rencong tersebut terdapat suatu Cugek atau Meucugek (dalam istilah Aceh) seperti bentuk panahan dan perekat.
2. Rencong Pudoi
Dalam masyarakat Aceh istilah pudoi berarti belum sempurna alias masih ada kekurangan. Kekurangannya dapat dilihat pada bentuk gagang Rencong tersebut.
3. Rencong Meupucok
Keunikan dari Rencong/Rincong ini memiliki pucuk di atas gagangnya yang terbuat dari ukiran gading atau emas. Bagian pangkal gagang dihiasi emas bermotif pucok rebung/tumpal yang diberi permata ditampuk gagang.
Keseluruhan panjang Rencong ini kurang lebih sekitar 30 cm. Bilahnya terbuat dari besi putih dan sarungnya terbuat dari gading dan diberi ikatan berbahan emas.
4. Rencong Hulu Puntong
Keunikan dari Rincong ini terdapat pada hulu puntung yang ditempa dengan lohgam dengan kepala Rencong terbuat dari tanduk kerbau dan sarungnya terbuat dari kayu.
5. Rencong Meukure
Rencong ini memiliki perbedaan dengan Rencong jenis lainnya karena pada bilahnya diberi hiasan atao motif tertentu seperti gambar bunga, ular, lipan dan lainnya.
Seiring perkembangan jaman, Rencong tidak lagi digunakan sebagai alat untuk berperang, kini Rencong berubah fungsi menjadi barang suvernir atau cinderamata dan sebagai pelengkap busana adat Aceh.
Baca juga: Makna Keris Bagi Orang Jawa
Demikian sedikit informasi tentang sejarah, filosofi dan tuah Rencong Aceh yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar benda-benda pusaka, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Sejarah dan Filosofi Rencong Aceh"