Ritual dan sesaji dalam proses pembuatan Keris pusaka
Hartalangit.com – Keris adalah senjata tradisional yang tidak hanya berfungsi secara fisik saja, tapi justru lebih difungsikan sebagai pusaka atau piandel. Oleh karena itu dalam proses pembuatannya, seorang Empu biasanya akan melakukan persiapan dengan matang, baik yang bersifat material maupun spiritual.
Persiapan material yaitu menyiapkan bahan-bahan untuk pembuatan Keris itu sendiri yang akan disesuaikan dengan fungsi atau tuah Keris yang akan dibuat.
Sedangkna persiapan spiritual, yaitu menyiapkan ubo rampe dan sesaji serta persiapan batin sang Empu yang bersangkutan, seperti melakukan puasa, semedi dan lainnya sebagai upaya untuk membersihkan diri agar mendapatkan ilham perihal Keris yang akan dibuat serta menghitung waktu yang tepat untuk memulai prosesi pembuatan Keris.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Keris adalah besi, baja dan bahan pamor. Seorang Empu yang sudah berpengalaman tidak akan sembarangan dalam menentukan material pembuatan Keris karena material yang digunakan akan berpengaruh pada angsar dari sebilah Keris.
Pemilihan material bahan untuk pembuatan Keris hanya dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu dengan mengandalkan kepekaan dengan cara ditinting, yaitu dipukul agar terdengar suaranya, kemudian diraba, dicium baunya, dan dilamat, yaitu dicari pengaruh sugestinya.
Menurut para ahli Keris pada jaman dulu, disebutkan ada sekitar 17 jenis besi yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan Keris, antara lain: besi karang kijang, besi pulosani, besi mangangkang, besi walulin, besi kamboja, besi kutub, besi balitung, besi winduadi, besi tumpang, besi werani dan lainnya. Masing-masing jenis besi tersebut memiliki ciri-ciri khusus dan tuah yang berbeda-beda.
Untuk membuat sebilah Keris biasanya terdiri dari campuran beberapa jenis besi dengan tujuan agar Keris yang dibuat menjadi lebih ampuh.
Seorang Empu tidak akan sembarangan dalam mencampur bahan-bahan besi tersebut karena masing-masing jenis besi memiliki sifat dan daya sugesti sendiri-sendiri.
Dalam mencampur material Keris juga akan disertai laku seperti berpuasa, mengurangi tidur, serta menggunakan “kawaskitan, landheping raos-pangraos”, yaitu kekuatan supranatural yang dimilikinya.
Campuran ketiga jenis logam, yaitu besi, baja dan pamor untuk pembuatan Keris bertujuan agar Keris memiliki kekuatan, ketajaman dan keindahan. Besi berfungsi untuk membuat bilah Keris menjadi ulet/tidak mudah patah, baja berfungsi sebagai tajaman bilah dan bahan pamor berfungsi untuk memperindah bilah Keris.
Pada umumnya bahan pamor yang sering digunakan adalah nikel karena jumlahnya banyak dan mudah didapat. Sedangkan batu meteor jarang digunakan karena sulit didapat dan proses pembuatannya juga lebih sulit karena titik leburnya sangat tinggi jauh di atas besi dan baja sehingga sulit disatukan dengan besi dan baja.
Keris-Keris yang menggunakan batu meteor sebagai bahan pamornya bisa dipastikan merupakan Keris yang bagus karena hanya besi yang berkualitas saja yang bisa dipadukan dengan batu meteor. Dari sisi tuah, Keris berpamor meteor juga lebih ampuh karena batu meteor merupakan benda langit yang dipercaya memiliki energi alami yang sangat kuat.
Baca juga: Perbedaan Keris pamor meteor dan pamor nikel
Tidak semua Keris dibuat dengan material pilihan dan disertai ritual-ritual khusus. Hanya Keris-Keris tertentu saja yang dibuat dengan bahan-bahan pilihan disertai laku dan ritual.
Pada jaman dahulu seorang Empu hanya mengerjakan pembuatan Keris atas dasar pesanan, terutama atas pesanan pihak Kraton.
Tapi setelah jaman berubah, maka seorang Empu tidak hanya membuat Keris berdasarkan pesanan saja, tetapi juga memproduksi Keris untuk tujuan komersial, sehingga lahirlah tiga jenis Keris berdasarkan teknik pembuatannya, yaitu:
- Keris kodhen (kodian)
Keris kodhen adalah Keris yang dibuat asal jadi karena biasanya hanya digunakan sebagai perlengkapan dalam bidang kesenian misalnya ketoprak, wayang orang, nayogo (penabuh gamelan) dan sebagainya.
- Keris ageman
Keris ageman adalah Keris yang dibaut seindah mungkin dan kadang-kadang diberi hiasan emas dan permata. Keris ageman ini biasanya digunakan sebagai cinderamata, perhiasan, untuk upacara perkawinan dan sebagainya.
Bahan pembuatan untuk Keris ageman juga sama dengan bahan pembuatan Keris pusaka, yaitu terdiri dari besi, baja dan bahan pamor dengan tehnik pembuatan yang sama sehingga secara fisik sulit dibedakan dengan Keris pusaka. Bedanya proses pembuatan Keris ageman tidak disertai dengan laku dan ritual sehingga tidak memiliki daya magis.
- Keris pusaka
Keris pusaka adalah Keris yang dibuat dengan bahan-bahan pilihan dan disertai laku serta ritual-ritual tertentu. Keris pusaka biasanya akan diwariskan secara turun-temurun sebagai pusaka yang dikeramatkan.
Keris pusaka (Keris bertuah) dibuat melalui proses yang panjang. Untuk membuat sebilah Keris pusaka, seorang Empu akan melakukan tirakat dan semedi terlebih dahulu untuk mendapatkan petunjuk tentang Keris yang akan dibuatnya.
Proses pembuatan Keris bertuah ini cukup panjang dan rumit, yaitu dimulai dari persiapan, penempaan, pembentukan, pembersihan dan pengisian.
Berikut ini tahapan-tahapan dalam proses pembuatan Keris pusaka:
1. Persiapan
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa dalam pembuatan sebilah Keris, seorang Empu sebelumnya akan mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan, baik yang sifatnya material maupun spiritual.
Persiapan material berarti mempersiapkan bahan logam dan pamor. Sedangkan persiapan spiritual berarti sang Empu akan mempersiapkan batinnya untuk mengisi Keris yang dibuatnya supaya menjadi Keris bertuah yang memiliki kekuatan ghaib sesuai keinginan pemesannya.
Untuk bisa melakukan hal itu, maka sang Empu akan melakukan “laku” untuk membersihkan dirinya dengan berpuasa, bersemedi dan mencari waktu yang tepat untuk mulai mbabar Keris.
“Laku” ini akan berlangsung sampai Keris selesai dibuat. Sedangkan waktu yang tepat untuk pembuatan Keris akan ditentukan dengan menghitung hari kelahiran (weton) Empu, kemudian akan disesuaikan dengan hari kelahiran (weton) si pemesan Keris.
Selain itu, sang Empu juga akan menghitung hari-hari pantangan untuk tidak bekerja menempa, misalnya “dino geblag” (hari meninggal/hari kematian) leluhur sang Empu dan juga hari pantangan yang bersifat turun-temurun yang diyakini bahwa jika pada hari tersebut dilakukan suatu pekerjaan maka hasilnya tidak akan bagus.
Setelah semua hal tersebut diperhitungkan dengan teliti, barulah ditentukan hari yang baik untuk mulai melakukan proses pembuatan Keris.
Pada saat menjelang permulaan pembuatan Keris, biasanya si pemesan Keris juga diharuskan melakukan puasa dengan tujuan agar pembuatan Keris tersebut berlangsung lancar tanpa hambatan dan menghasilkan Keris yang bagus serta cocok dengan si pemesan.
Setelah ditentukan waktu yang tepat untuk memulai proses pembuatan Keris, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan peralatan yang diperlukan, yaitu alat-alat untuk menempa, alat-alat untuk membentuk Keris dan ricikan Keris, alat-alat untuk marangi, dan alat-alat untuk menjaga keajegan api.
Alat-alat penempaan Keris terdiri dari:
- Palu panuding adalah alat yang dipegang oleh Empu untuk menunjukkan kepada panjak (pembantu Empu), bagian-bagian mana saja yang harus ditempa.
- Palu panimbal adalah alat yang dipegang oleh panjak untuk menempa besi.
- Sapit adalah sebuah catut besar untuk menjepit besi yang sedang dibakar didalam tungku.
- Paju adalah alat untuk memotong besi.
- Tungku adalah tempat untuk membakar besi.
- Bak kecil berisi air digunakan untuk mendinginkan besi calon Keris sesudah dibakar.
- Paron adalah besi besar yang digunakan sebagai landasan untuk menempa besi calon Keris.
Alat untuk membentuk Keris atau membuat ricikan Keris terdiri dari:
- Canggem adalah alat untuk menjepit bilah Keris agar lebih mudah dikerjakan.
- Tatah adalah alat untuk menatah dan membuat alur-alur pada bilah Keris.
- Kikir berfungsi utuk membentuk ricikan.
- Jangka adalah alat untuk mengukur bilah Keris dan bagian-bagiannya supaya presisi.
- Paju adalah alat untuk memotong besi.
- Sungon adalah alat yang terbuat dari kayu yang di tengahnya terdapat lekukan (legokan) yang berguna sebagai tempat Keris selama proses pembuatan agar bilah Keris tidak bergerak kesana-kemari sehingga lebih mudah untuk dikerjakan.
- Pagon adalah alat yang terbuat dari bambu yang digunakan pada saat proses pembuatan gonjo agar tidak bergerak/bergeser.
Alat untuk membersihkan Keris (marangi) terdiri dari:
- Batu asah atau biasa disebut wungkal berfungsi untuk menajamkan dan menghaluskan bilah Keris.
- Tlawah adalah alat untuk merendam bilah Keris dengan air jeruk.
- Bak kecil merupakan tempat air yang digunakan pada waktu mengasah bilah Keris dengan wungkal.
Alat-alat untuk menjaga keajegan nyala api terdiri dari:
- Ububan adalah alat untuk memompa api supaya tetap menyala.
- Lincak adalah tempat duduk penglamus (tukang memompa api).
- Serok adalah alat untuk mengambil arang dan memasukkannya ke dalam tungku.
- lmpun-impun adalah alat untuk menghimpun arang yang berserakan disekitar tungku dan didalam tungku.
- Cakar uwa adalah alat untuk membersihkan abu atau untuk nawu.
Setelah semua peralatan disiapkan kemudian disiapkan sesaji berupa: kembang telon, tumpeng yang dipuncaknya ditancapkan cabai merah, jajanan pasar, jenang putih dan jenang merah, air kendhi, pisang raja setangkep, benang lawe, nasi rasulan dengan lauk pauk disekelilingnya, sirih, ingkung ayam rebus berbumbu yang masih utuh dan dua buah kelapa hijau.
Sesaji-sesaji tersebut memiliki makna atau sebagai simbol, misalnya:
- Nasi tumpeng dengan puncaknya diberi cabai merah melambangkan permohonan kepada TUHAN agar Keris yang akan dibuat dapat bermanfaat untuk pemiliknya.
- Nasi rasulan dan lauk-pauknya melambangkan permohonan doa restu kepada para leluhur.
- Kembang telon dan sirih juga diartikan sebagai permintaan doa restu kepada para leluhur agar pembuatan Keris berjalan dengan baik dan Keris yang dibuat bisa cocok dengan pemiliknya.
- Benang lawe melambangkan keberhasilan EmpĀµ dalam membuat Keris.
- Igkung ayam melambangkan adanya satu arah dan satu tujuan serta cita-cita kebatinan sang Empu dalam membuat Keris.
Jika semua persiapan sudah dilaksanakan, maka sang Empu akan memulai prosesi pembuatan Keris. Sebelum proses penempaan Keris dimulai, pertama-tama sesaji kembang telon dan kemenyan diletakkan didekat tungku sebagai sesaji “daden prapen”.
Sambil membakar kemenyan sang Empu akan membaca mantra/doa dengan kepercayaan bahwa doa atau mantra yang dirapalnya akan membubung tinggi bersama asap kemenyan.
Sang Empu akan meminta kepada para leluhur maupun penjaga besalen agar mereka membantunya dalam proses pembuatan Keris tersebut.
Mantra-mantra yang dirapal pada saat akan membuat Keris adalah sama, yang berbeda adalah mantra untuk menentukan isi Keris. Sedangkan bunga telon yang diletakkan didekat tungku merupakan simbol supaya terjadi percampuran (perkawinan) yang baik antara logam-logam yang ditempa.
2. Penempaan
Setelah sang Empu selesai mengucapkan mantra, kemudian dimulailah proses pembuatan Keris. Pertama kali besi bahan Keris dibakar untuk menghilangkan karatnya. Dengan dibakar dan ditempa secara terus-menerus maka karat pada besi akan hilang.
Besi yang mulai keluar karatnya ditandai dengan timbulnya percikan-percikan api yang keluar dari besi tersebut, dan jika tidak timbul percikan api lagi berarti karat telah habis dari besi tersebut.
Besi yang sudah bersih dari karat tersebut kemudian dilipat dan dipotong lalu ditengah-tengahnya dipasang nikel, sehingga nikel terletak di antara dua lipatan besi dan kemudian dibakar lagi di atas tungku.
Pada saat itu para pembantu empu lainnya (sekabat) melakukan tugasnya masing-masing. Penglamus memompa ububan agar api dapat menyala dengan stabil (ajeg), sedangkan sekabat lainnya membersihkan tungku dari tumpukan abu (nawu) dan mengumpulkan arang supaya tidak berserakan.
Setelah besi membara kemudian diambil dari tungku dan diletakkan di atas paron. Dengan palu penuding sang Empu menunjukkan bagian mana saja yang harus ditempa oleh panjak dengan menggunakan palu panimbal.
Dalam proses menempa tersebut sang Empu hanya sebagai penunjuk saja. Selama proses penempaan semuanya mbisu (membisu/tidak berbicara).
Dengan kode-kode tertentu yang diberikan oleh Empu, para panjak mengerti kapan mulai menempa dan kapan mulai berhenti. Kode-kode tersebut biasanya berupa ketukan, misalnya ketukan dua kali berarti panjak harus berhenti menempa.
Besi yang ditempa tersebut beratnya akan menyusust menjadi sekitar dari berat awalnya. Jadi saat memasukkan nikel adalah ketika besi tinggal 0,5 Kg saja. Besi yang telah diternpa bersarna nikel tersebut akan luluh menjadi satu.
Besi yang telah luluh tersebut disebut saton yang kemudian akan ditempa lagi hingga menjadi panjang lalu dipotong.
Potongan tersebut lalu ditutupkan pada bahan pamor. Setelah itu kemudian akan ditempa lagi menjadi panjang dan dilipat lagi, demikian seterusnya sampai beberapa lipatan tergantung jenis pamor yang dikehendaki. Hal ini dilakukan karena untuk menentukan pamor tergantung dari jumlah lipatannya.
Besi saton yang telah ditempa tersebut lalu dipotong dan dilipat kemudian dibakar dan di ulang-ulang sampai beberapa kali tergantung pamornya.
Selama pembentukan pamor, sang Empu dan para sekabat akan memusatkan batin pada pekerjaannya dan berdoa agar proses pembuatan Keris dapat berhasil dengan baik.
Terbentuknya pamor pada bilah Keris disebut dengan Udawadana. Terbentuknya pamor pada bilah Keris dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pamor yang terbentuk dengan sendirinya disebut Jwalana dan pamor yang sengaja dirancang disebut Anukarta.
Masih ada satu jenis pamor lagi yaitu pamor titipan. Pamor titipan ini adalah pamor yang timbul secara tidak disengaja dan sering di anggap timbul secara ghaib, jadi bukan karena pengaruh panasnya api dan bukan juga karena dibuat oleh Empu. Pamor titipan tergolong sangat langka.
Cara pembuatan pamor Anukarta dapat dibuat dengan dua cara. Cara pertama, Keris yang akan diberi pamor diukir terlebih dulu menurut keinginan sang Empu. Setelah selesai, kemudian ditumpangi bahan pamor dan dibakar. Bahan pamor tersebut akan lebur memenuhi ukiran yang telah dibentuk tadi dan setelah dingin kemudian bilah Keris dikikir sehingga yang tertinggal didalam ukiran itulah yang dinamakan pamor.
Cara kedua, bahan pamor (nikel) dibentuk terlebih dulu. Setelah selesai lalu dipasang pada bilah Keris dengan pantek kecil (atau dapat juga dipatri) supaya tidak lepas.
Tahap selanjutnya saton yang telah diproses tersebut ditempa lagi, kemudian ujungnya dipotong selebar dua jari tangan. Potongan besi saton tersebut akan dibuat menjadi gonjo.
Saton yang telah diambil untuk gonjo tersebut kemudian dipotong tepat di tengah-tengahnya. Sementara itu Empu menyiapkan sepotong baja yang dibuat lempengan dengan ukuran sama dengan saton dan dipotong menjadi dua sama panjang.
Selanjutnya lempengan baja tadi diletakkan di antara dua besi saton dan dibakar sampai luluh dan ditempa agar terjadi penyatuan antara saton dengan baja.
Pada proses ini bilah Keris yang telah terbentuk merupakan besi saton dengan baja sebagai intinya (wesi aten) yang merupakan tajaman bilah Keris atau slorok.
3. Membentuk pesi
Pesi adalah besi yang panjangnya sekitar 5 cm yang berfungsi sebagai tangkai Keris yang nantinya akan dimasukkan pada deder atau ukiran.
Pesi dibuat dengan cara memotong besi saton pada kedua tepinya sehingga tinggal bagian tengahnya yang kemudian dibentuk sampai berbentuk pesi.
4. Membuat gonjo
Besi saton bahan gonjo akan dilubangi pada bagian tengahnya. Lubang ini dinamakan omah-omahan yang berfungsi sebagai tempat masuknya pesi.
Setelah selesai dibuat, gonjo tersebut tidak langsung disatukan dengan bilah Keris, tapi bilah Keris harus dibentuk terlebih dulu.
Bentuk Keris ada yang lurus dan berkelok. Dalam istilah padhuwungan (perkerisan) bentuk lurus dinamakan dhapur leres, sedangkan bentuk berkelok dinamakan dhapur luk.
Cara membuat Keris berkelok (luk) yaitu dengan cara menempa sebatang besi saton dari bawah ke atas. Satu pukulan pada bilah Keris berarti terdapat dua lekukan. Sedangkan jika akan dibentuk Keris lurus, maka bilah Keris yang telah jadi diluruskan dan diselaraskan.
Baik keris lurus maupun luk pada bagian kudhup (ujungnya) akan ditempa berkali-kali supaya menjadi runcing. Demikian juga pada bagian pinggirnya juga akan ditempa berkali-kali supaya lebih tipis dari pada bagian tengahnya.
5. Membuat ricikan Keris
Setiap dapur Keris memiliki ricikan yang berbeda. Ricikan adalah bagian-bagian kecil pada bilah Keris, antara lain: sekar kacang, jenggot, jalen, greneng, ri pandhan, lambe gajah, sogokan, pejetan, tikel alis, odo-odo, kruwingan dan lainnya.
Ricikan Keris tersebut dibentuk dengan tatahan dan ukiran. Biasanya ricikan pada bagian luar (pinggiran) dikerjakan terlebih dulu, baru kemudian mengerjakan ricikan bagian dalam.
Agar pembuatan ricikan tersebut bisa tepat dan presisi sesuai ukurannya maka akan digunakan jangka. Selain itu agar Keris tidak patah pada waktu ditatah dan diukir maka Keris tersebut dijepit dengan alat bernama canggem.
Pada waktu dikikir, bilah Keris akan dimasukkan pada sebuah lubang kayu yang disebut sungon. Sedangkan pada waktu mengikir gonjo digunakanlah alat bernama pagan. Selain itu masih digunakan alat-alat lain yaitu bermacam-macam kikir dan tatah.
Baca juga: Nama-nama ricikan atau bagian-bagian Keris
Setelah pembentukan bilah Keris tersebut selesai, kemudian bilah Keris akan dihaluskan dengan menggunakan batu wungkal dan air. Caranya dengan menggosok bilah Keris menggunakan batu wungkal dan diguyur dengan air sampai halus.
Serpihan-serpihan sisa ukiran dan tatahan dihilangkan sehingga profil ricikan menjadi lebih jelas. Bilah Keris yang sudah hampir selesai tersebut disebut gatra. Dalam wujud gatra ini, bilah Keris diteliti dan di amati kembali oleh sang Empu, apakah hasilnya sudah baik atau belum.
Jika sang Empu sudah merasa puas dengan hasil karyanya tersebut, maka dimulailah tahap yang sangat penting yaitu menentukan ada tidaknya kekuatan ghaib pada Keris tersebut.
Proses ini sangat penting karena tuah yang ada pada Keris tersebut sangat ditentukan oleh “laku” dan kemampuan supranatural sang Empu pembuatnya.
Mengenai cara pengisian daya ghaib pada sebilah Keris masing-masing Empu memiliki cara atau laku sendiri-sendiri.
Tapi secara umum, untuk mengisi daya ghaib pada sebilah Keris seorang Empu akan mengadakan ritual dan persembahan agar pekerjaannya dapat berhasil dengan baik.
Hal ini terutama dilakukan pada langkah-langkah penting pembuatan Keris, sehingga Keris tersebut diharapkan menjadi Keris yang memiliki kekuatan ghaib, kemudian sang Empu akan merapalkan mantra-mantra tertentu untuk menarik energi alam semesta yang akan dimasukkan kedalam setiap lipatan besi dari Keris yang dibuatnya.
Semakin banyak mantra yang dirapal dan lipatan yang dibuat, maka Keris tersebut akan semakin ampuh. Pada tahap ini sang Empu harus konsentrasi penuh dan tidak boleh melakukan kesalahan, karena jika salah dalam mengucapkan mantra maka hal itu akan berpengaruh pada tuah atau watak Keris yang dibuatnya.
6. Nyepuh
Keris pusaka di anggap sebagai benda yang memiliki jiwa sehingga terlihat berwibawa dan terkesan wingit.
Setelah Keris diketahui sudah memiliki kekuatan ghaib, maka proses selanjutnya adalah menyepuh dan marangi. Pada tahap ini sang Empu akan kembali melakukan “laku”, yaitu berpuasa dan mandi keramas.
Pada waktu Keris disepuh dan diwarangi juga akan di adakan persembahan sesaji. Hari untuk melakukan penyepuhan dan marangi biasanya akan dipilih pada hari selasa kliwon dan jumat kliwon.
Sesaji yang disiapkan sama dengan sesaji pada permulaan membuat Keris, yaitu: tumpeng, jajanan pasar, kelapa hijau, ingkung ayam, boreh, kembang telon, lawe dan lainnya.
Persembahan sesaji tersebut dimaksudkan sebagai ucapan syukur kepada para leluhur dan para danyang penunggu besalen, dan juga supaya tahap penyepuhan dan pewarangan dapat berhasil dengan baik.
Sebelum penyepuhan dan pewarangan dimulai, terlebih dulu sang Empu akan membakar kemenyan sambil mengucapkan mantra. Tujuan dari penyepuhan adalah untuk membuat bilah Keris menjadi keras.
Proses penyepuhan juga harus dilakukan dengan perhitungan yang matang karena jika sampai salah dalam menentukan suhu yang tepat, maka bilah Keris akan retak atau pecah, atau yang biasa disebut Keris Pamengkang Jagat dan Pegat Wojo.
Jika hal ini sampai terjadi maka pekerjaan yang telah dilakukan akan menjadi sia-sia karena bilah Keris yang sudah jadi menjadi rusak.
7. Marangi
Setelah proses penyepuhan selesai dilakukan, kemudian bilah Keris didinginkan dan dikeringkan. Kemudian tahap berikutnya yaitu pewarangan (marangi).
Marangi adalah proses untuk memunculkan pamor pada bilah Keris. Tapi selain itu, proses marangi juga bertujuan agar kekuatan ghaib yang ada pada Keris tersebut dapat terjaga dengan baik.
Pada proses ini sang Empu juga akan melakukan puasa satu hari satu malam, membakar kemenyan dan membaca mantra.
Setelah tahap marangi selesai dilakukan, maka semua proses pembuatan Keris tersebut sudah selesai. Kemudian bilah Keris dimasukkan ke dalam warangka.
Demikian sedikit informasi tentang Ritual dan sesaji dalam proses pembuatan Keris pusaka yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar benda-benda pusaka, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Ritual dan sesaji dalam proses pembuatan Keris pusaka"