Wahyu Keris Pusaka Keraton
Hartalangit.com – Didunia perkerisan dikenal adanya Keris-Keris khusus yang hanya dimiliki oleh Orang-Orang tertentu saja sesuai peruntukkan Kerisnya. Artinya tidak semua orang bisa cocok memiliki Keris-Keris tersebut dan tidak semua orang bisa mendapatkan manfaat atau tuahnya.
Keris yang di anggap paling tinggi derajatnya dan bersifat khusus adalah Keris Keraton karena memiliki Wahyu Keraton. Dibawah tingkatan Keris Keraton adalah Keris-Keris yang memiliki Wahyu kepangkatan dan derajat serta Wahyu keningratan.
Keris Keraton adalah Keris pusaka yang khusus dibuat untuk dipasangkan dengan Orang yang memiliki Wahyu Keprabon sekaligus untuk menjadi lambang kebesaran sebuah Kerajaan, Kadipaten atau Kabupaten sesuai tingkatan Wahyu Kerisnya.
Keris Keraton merupakan pusaka yang menjadi lambang kekuasaan karena Keris tersebut membawa Wahyu kepemimpinan atau Wahyu keprabon yang akan mengantarkan seseorang pada posisi dan derajat yang tinggi atau menjadi seorang pemimpin seperti Raja/Presiden atau kepala daerah sesuai tingkatan Wahyu Kerisnya.
Pengertian Keraton bukan hanya semata-mata sebuah bangunan Keraton yang menjadi istana Raja atau Adipati, tapi melambangkan kebesaran sebuah pemerintahan. Bangunannya sendiri hanyalah sebagai simbol saja dari adanya sebuah pemerintahan.
Pengertian Keraton sendiri terbagi dalam 3 tingkatan, yaitu Keraton Kerajaan, Kadipaten dan Kabupaten. Dan yang disebut Keris Keraton bukanlah semua Keris yang dimiliki oleh sebuah Keraton atau semua Keris yang menjadi perbendaharaan sebuah Keraton yang disimpan digedhong pusaka Kerajaan.
Keris Keraton adalah Keris pusaka yang memiliki atau membawa Wahyu Keraton yang dalam pembuatannya memang dikhususkan untuk dipasangkan dengan Wahyu Keprabon yang dimiliki oleh seorang pemimpin atau calon pemimpin.
Baca juga: Makna Wahyu keprabon bagi pemimpin Nusantara
Keris Keraton baru akan menyatu dan memberikan tuahnya kepada orang yang ketempatan Wahyu Keprabon, atau orang yang cocok untuk menjadi wadah dari Wahyunya.
Keris Keraton adalah Keris keningratan yang paling tinggi tingkatannya dan bersifat khusus dan tidak boleh digunakan oleh sembarang Orang, termasuk oleh anak Raja sekalipun. Karena selain Orang yang memiliki Wahyu Keprabon tidak akan bisa berdampingan dan selaras dengan Keris Keraton.
Hanya orang-orang yang memiliki Wahyu Keprabon saja yang bisa memilikinya sehingga Wahyu pada diri Orang tersebut dan Wahyu dari Kerisnya akan menyatu dan mewujudkan sinergi keghaiban yang tidak akan bisa disamai oleh pusaka-pusaka lainnya.
Keris Keraton dan Keris pusaka Kerajaan biasanya akan disimpan digedhong pusaka Kerajaan dan tempatnya akan disendirikan atau terpisah dari pusaka-pusaka yang lain.
Keris pusaka Keraton dan Keris pusaka Kerajaan baru akan dikeluarkan dari tempatnya jika akan dijamas atau jika ada upacara-upacara besar Kerajaan atau jika terjadi situasi yang mendesak dan genting.
Sedangkan pusaka Kerajaan biasanya berbentuk Tombak dan Payung Raja atau Payung Songsong yang juga merupakan lambang kebesaran sebuah Keraton dan biasanya diletakkan berdiri dibelakang singgasana Raja.
Contoh pusaka yang dijadikan Pusaka Kerajaan adalah Tombak Kyai Plered yang menjadi pusaka Kerajaan Mataram Islam.
Tombak Kyai Plered awalnya diberikan oleh Sultan Hadiwijaya (Sultan Pajang) kepada Sutawijaya sebagai bekal untuk menghadapi Arya Penangsang (Adipati Jipang) yang pada akhirnya mengantarkan Sutawijaya (Panembahan Senopati) menjadi penguasa Mataram.
Contoh pusaka lainnya adalah Bende Mataram yang menjadi pusaka andalan Kerajaan Mataram untuk menaikkan semangat tempur Prajurit Mataram dalam peperangan, sekaligus untuk merusak psikologis prajurit musuh pada saat Mataram berperang melawan Kerajaan Pajang.
Ada juga Keris yang menjadi lambang serah-terima tahta Kerajaan, yaitu Keris yang diserahkan kepada putra mahkota atau Raja pengganti ketika seorang Raja turun tahta. Keris ini menjadi simbol bahwa sang Raja sudah lengser dan sudah menyerahkan tahtanya kepada Orang yang menerima Keris tersebut.
Ilustrasi |
Tapi Keris tersebut bukan merupakan Keris Keraton, tapi tergolong sebagai Keris Raja. Biasanya Keris tersebut akan disimpan didalam gedhong pusaka Kerajaan dan menjadi Keris pusaka Kerajaan.
Dibawah tingkatan Keris Keraton adalah Keris yang memiliki Wahyu kepangkatan dan derajat, yaitu Wahyu yang akan mengantarkan pemiliknya mencapai posisi/jabatan yang tinggi sesuai tingkatan Wahyu Kerisnya.
Jika berada ditangan Orang yang tepat sesuai peruntukkannya, maka Keris tersebut akan dapat mengantarkan pemiliknya meraih pangkat dan derajat yang tinggi, misalnya menjadi orang kepercayaan Raja atau pejabat tinggi Kerajaan.
Keris-Keris pusaka yang memiliki Wahyu tersebut hanya akan memberikan tuahnya ketika sudah berada ditangan Orang yang tepat, yaitu Orang yang memiliki Wahyu kepemimpinan/kepangkatan/keningratan atau setelah dimiliki oleh keturunan ningrat yang cocok untuk menjadi wadah dari sifat-sifat Wahyunya.
Itulah kelebihan Keris Jawa yang dipercaya memiliki jiwa sehingga bisa memilih siapa Orang yang tepat untuk memilikinya. Keris bukan hanya sekedar senjata yang berfungsi secara fisik saja.
Tujuan spiritual tertinggi dari pembuatan Keris Jawa adalah untuk dipasangkan dengan orang-orang yang memiliki Wahyu Dewa didalam dirinya.
Keris Keraton yang didalamnya terkandung Wahyu Keraton dibuat khusus untuk dipasangkan dengan Orang yang memiliki Wahyu keprabon. Jadi dengan jalan apapun, Keris tersebut akan dimiliki oleh Orang yang memang sudah ditakdirkan untuk menjadi pemimpin.
Keris yang memiliki Wahyu kepangkatan dan derajat dibuat khusus untik dipasangkan dengan Orang yang memiliki Wahyu kepangkatan dan derajat didalam dirinya.
Keris keningratan yang didalamnya terkandung Wahyu keningratan dibuat khusus untuk dipasangkan dengan Orang-Orang ningrat atau keturunan ningrat.
Secara umum Keris-Keris yang memiliki Wahyu tersebut merupakan Keris yang memiliki tuah kewibawaan dan kekuasaan sehingga hanya cocok untuk Orang-Orang yang status dan posisinya berkaitan dengan kepemimpinan atau kekuasaan.
Jika Keris-Keris wahyu tersebut sudah dimiliki oleh seseorang yang profesinya sesuai dengan fungsinya, maka Keris tersebut akan memancarkan aura kewibawaan dan dapat mengantarkan pemiliknya untuk meraih posisi dan derajat yang tinggi serta akan menunjang dan mengamankan posisi yang telah diraihnya.
Keris-Keris yang dibuat khusus untuk menjadi Keris pusaka Kerajaan/Kadipaten/Kabupaten memiliki tuah yang sangat ampuh yang tidak bisa disejajarkan dengan Keris-Keris umum atau benda-benda pusaka lainnya seperti jimat dan mustika.
Selain itu, tuah dan wibawanya juga tidak sebatas hanya melingkupi diri pemiliknya saja, tapi juga melingkupi seluruh wilayah Kerajaan atau wilayah yang dipimpin oleh pemilik Keris tersebut.
Karena keampuhannya itulah yang menyebabkan Keris-Keris Keraton dan Keris-Keris pusaka Kerajaan sering diperebutkan karena banyak yang beranggapan jika dapat memiliki Keris-Keris tersebut maka akan mudah untuk berkuasa.
Padahal segala sesuatunya tergantung pada diri Manusia itu sendiri, bukan pada pusaka. Karena Orang yang terlalu berambisi untuk berkuasa tidak akan cocok menjadi wadah dari Wahyu keprabon termasuk Wahyu dari Keris-Keris Keraton tersebut.
Itulah yang disebut Wahyu, “isi kang nggoleki wadah, dudu wadah kang nggoleki isi”. Wahyu tidak dapat diperoleh hanya dengan memiliki Keris saja karena Wahyu akan mencari sendiri Orang yang cocok atau kuat menjadi wadahnya.
Dan untuk dapat menerima Wahyu, seseorang harus menjadikan dirinya sebagai wadah yang sesuai dengan sifat-sifat Wahyunya.
Oleh karena itulah untuk dapat menerima Wahyu, seseorang harus bekerja keras, mesu raga dan mesu jiwa penuh keprihatinan dan membentuk sifat-sifat kepribadian diri serta perbuatan yang sesuai dengan sifat-sifat Wahyunya.
Jika seseorang telah benar-benar selaras dan menyatu dengan Keris tersebut, barulah dia akan mendapatkan sipat kandel yang sebenarnya. Tapi selama masih ada selisih kebatinan antara pemilik Keris dengan Kerisnya, maka Keris tersebut tidak akan memberikan tuahnya.
Contoh Keris Keraton adalah Keris Nagososro dan Keris Sabuk Inten, sepasang Keris yang pernah menjadi lambang kebesaran dan karahayon Kerajaan Majapahit.
Baca juga: Filosofi dan tuah ampuh Keris Nogososro
Setelah masa Kerajaan Majapahit berakhir dan kekuasaan berpindah ke Kerajaan Demak, sepasang Keris legendaris tersebut kemudian diambil dan dipindahkan ke Demak untuk dijadikan lambang kebesaran dan karahayon Kerajaan Demak.
Tapi ketika berada di Demak, jiwa dari sepasang Keris Nogososro dan Sabuk Inten tersebut tidak dapat luluh dan menyatu dengan pemiliknya.
Keris Kyai Nogososro dan Kyai Sabuk Inten memancarkan aura cemerlang seperti emas dan intan. Tapi ketika sudah selaras dan menyatu dengan diri seseorang, maka kecemerlangannya akan hilang dan menjadi seperti Keris biasa yang dihiasi emas dan intan.
Orang yang telah selaras dan menyatu dengan jiwa dari Keris-Keris tersebut akan memiliki sifat-sifat keagungan dan kemuliaan yang meresap dalam dirinya.
Keris Kyai Nogososro memiliki tuah keagungan dan kekuasaan, dipatuhi oleh kawulo, dicintai dan dihormati rakyat, mengayomi, bijaksana dan memberi kesejahteraan kepada rakyat.
Sedangkan Keris Kyai Sabuk Inten memiliki sifat yang mulia bagaikan lautan yang luas tak bertepi dan mampu menampung arus sungai dan banjir sebesar apapun. Airnya selalu bergerak ke tempat yang membutuhkannya, tetapi gelombangnya dapat menunjukkan kedahsyatannya pada saat diperlukan.
Keris Kyai Nogososro dan Keris Kyai Sabuk Inten melambangkan perwatakan Dewa Wisnu. Tapi kedua Keris tersebut masih harus dilengkapi dengan Keris Kyai Sengkelat.
Keberadaan Keris Kyai Sengkelat juga tidak kalah penting. Keris yang memiliki watak seorang ksatria sejati ini mewakili perwatakan Dewa Hanoman yang setia dan patuh pada kewajibannya, yang bekerja dan berjuang bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk Negara dan rakyatnya dengan penuh kejujuran tanpa pamrih, serta setia menjalankan perintah Yang Maha Kuasa.
Watak-watak seperti ketiga Keris itulah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Orang yang memiliki sifat-sifat itulah yang layak dan mampu menjadi pemimpin sejati.
Keris-Keris tersebut dan Keris-Keris lainnya yang dahulu pernah sangat terkenal kemashuran dan kesaktiannya sekarang ini sudah tidak ada lagi dalam kehidupan Manusia.
Keris-Keris tersebut sudah moksa masuk ke dimensi ghaib bersama dengan fisik Kerisnya karena tidak ada lagi Orang yang mampu menjadi wadah Wahyunya.
Tetapi pada waktunya nanti ketika sudah muncul sosok terpilih yang membawa Wahyu keprabon, mungkin pusaka-pusaka ampuh tanah Jawa tersebut akan muncul kembali untuk mendampingi Orang yang akan memimpin Nusantara ini.
Keris-Keris yang pada jaman dahulu pernah sangat terkenal dengan tuah ghaib dan kesaktiannya kemudian banyak diputrani karena banyak yang ingin memiliki Keris yang serupa.
Banyak Orang yang kemudian memesan kepada Empu untuk dibuatkan Keris-Keris dengan bentuk yang sama persis dengan Keris-Keris Kerajaan atau Keris milik Raja sehingga pada akhirnya banyak Keris dengan bentuk/dhapur yang seragam.
Contoh Keris yang banyak ditiru adalah Keris Kyai Nogososro, Keris Kyai Sabuk Inten dan Keris Kyai Sengkelat yang kemudian disebut Keris dhapur Nogososro, dhapur Sabuk Inten dan dhapur Sengkelat.
Jika yang membuat Keris-Keris berdapur Nogososro, Sabuk Inten atau Sengkelat adalah Empu yang sama dengan yang membuat Keris aslinya, maka Keris-Keris itu disebut Keris turunannya (mutrani), tapi jika yang membuatnya adalah Empu lain, maka Keris-Keris itu disebut Keris tiruannya (tetiron).
Jadi meskipun bentuknya sama persis, tapi dari sisi tuah Keris putran tidak akan bisa menyamai Keris aslinya, bahkan ada juga yang hanya dibuat sebagai Keris ageman yang hanya menampilkan keindahan fisiknya saja tanpa diberi jiwa/isi.
Demikian sedikit informasi tentang Wahyu Keris pusaka Keraton yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar benda-benda pusaka, dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Wahyu Keris Pusaka Keraton"