Ritual dan sesaji untuk menambah daya magis Keris pusaka
Hartalangit.com – Sejak jaman dulu, Keris selalu dihubungkan dengan hal-hal yang berbau klenik, seperti perdukunan, ilmu hitam, dan kemusrikan.
Bahkan stigma-stigma negatif yang melekat pada Keris juga seringkali melekat pada orang yang memilikinya. Padahal seringkali orang yang memiliki Keris justru hanya menganggap Keris sebagai koleksi atau klangenan saja dan lebih tertarik dengan nilai seni dan falsafahnya daripada kleniknya.
Orang yang menyimpan atau memiliki Keris sering di anggap sesat sehingga terkadang dijauhi. Hal itu terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang Keris. Sebagian orang tidak memahami nilai falsafah yang terkandung pada Keris pusaka yang sebetulnya jauh dari kata syirik.
Keris telah dikenal oleh masyarakat Jawa sejak abad ke-5 Masehi. Hal itu dibuktikan dari relief-relief pada candi dan prasasti-prasasti yang ditemukan dan diperkirakan berasal dari abad tersebut.
Dalam relief candi Borobudur, terdapat gambar beberapa prajurit membawa senjata tajam yang bentuknya meyerupai Keris Bethok. Hal ini menunjukkan bahwa Keris Jawa telah ada sejak masa candi-candi tersebut dibangun, bahkan mungkin sudah ada jauh sebelumnya.
Berpindahnya kekuasaan Kerajaan ke wilayah Jawa Timur membuat tradisi pembuatan Keris mengalami perkembangan yang signifikan. Pada zaman Kerajaan Kahuripan, Jenggala, Daha dan Singosari (abad 10 - 13), Keris-Keris yang dihasilkan jauh lebih berkualitas dibanding pada masa Kerajaan Mataram Hindu.
Keris yang dibuat pada zaman Kerajaan Jenggala terkenal dengan kualitas besinya yang bagus dan penempaannya yang matang. Saat ini Keris-Keris tangguh Jenggala dan Singosari menjadi buruan para kolektor Tosan Aji karena merupakan barang langka yang bernilai tinggi.
Pada era Kerajaan Majapahit, budaya Keris tersebar ke seluruh wilayah Nusantara dan Asia Tenggara. Kemungkinan pada masa inilah kebudayaan Keris tersebar luas hingga ke kawasan Malaysia, Brunei, Thailand, Philipina dan Kamboja.
Pada era selanjutnya kebudayaan Keris mengalami masa keemasan, yaitu pada masa Kerajaan Mataram islam dan setelahnya (Surakarta dan Yogyakarta).
Pada masa ini terjadi eksplorasi-eksplorasi baru dan tercipta beragam dhapur, pamor dan pernak-pernik Keris. Selain itu, secara umum bentuk dan ukuran Keris juga dibuat lebih besar dari Keris-Keris pada masa sebelumnya.
Tapi meskipun pada masa ini budaya Keris mengalami puncak keemasannya, tapi ada hal yang mulai hilang, yaitu peranan Keris sebagai piandel, karena Keris lebih diperuntukkan sebagai pelengkap busana, upacara, lambang jabatan dan simbol status sosial.
Piandel adalah sebuah manifestasi keyakinan dan kepercayaan dalam wujud benda pusaka yang penuh daya magis serta sarat akan simbol-simbol yang harus didalami dan dimengerti dengan baik dan benar agar tidak salah pemahaman.
Bagi masyarakat Jawa, Keris juga menjadi simbol kejantanan, bahkan terkadang jika karena suatu sebab pengantin pria berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka boleh diwakili Kerisnya.
Keris juga menjadi salah satu bagian dari kesempurnaan laki-laki Jawa yang sudah di anggap mapan, yaitu: Wismo (rumah), Garwo (istri), Turonggo (kuda/kendaraan), Kukilo (burung) dan Curigo (Keris).
Baca juga: Makna Keris bagi orang Jawa
Dalam cerita pewayangan, Keris seringkali dikisahkan sebagai senjata ampuh dengan daya magisnya, dan seringkali digambarkan para Dewa juga memiliki Keris. Hal itu menunjukkan betapa erat hubungan Keris dengan nilai-nilai spiritual Jawa.
Fungsi Keris terus mengalami pergeseran dari masa ke masa, dulu Keris digunakan sebagai senjata untuk berperang, kemudian bergeser menjadi pelengkap busana dan simbol status sosial, dan saat ini Keris menjadi barang koleksi yang berharga. Nilai-nilai estetika dan spiritual Keris lebih dominan mendorong orang untuk memilikinya.
Keris merupakan karya seni yang indah, tapi bagaimanapun juga Keris tidak bisa dilepaskan dari unsur mistiknya karena pada kenyataannya hal itulah yang membuat Keris lebih menarik bagi sebagian orang.
Para kolektor dan penggemar Keris biasanya lebih memilih Keris-Keris sepuh (kuno) untuk dikoleksi, karena selain termasuk barang antik yang langka, Keris sepuh juga dipercaya memiliki kekuatan ghaib yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan.
Keris sepuh selalu dihubungkan dengan fenomena-fenomena mistis dan dipercaya memiliki tuah tertentu. Hal itu juga menjadi salah satu nilai tambah yang membuat Keris sepuh bernilai lebih tinggi dibanding Keris baru (kamardikan).
Selain dipercaya memiliki kekuatan ghaib, Keris juga memiliki nilai falsafah yang tinggi. Keris merupakan ajaran tersirat yang disimbolkan melalui nama dhapur, ricikan, pamor, dan bahkan warangkanya.
Hubungan Keris dengan warangka di artikan secara filosofi dengan istilah “Curigo manjing warongko” yang bermakna “Manunggaling kawula lan Gusti", sebagai simbol bersatunya Manusia dengan Penciptanya dan bersatunya rakyat dengan pemimpinnya, sehingga kehidupan menjadi aman, damai, tentram, bahagia dan sejahtera.
Tapi sayangnya, Keris yang merupakan benda warisan budaya leluhur Nusantara kini terancam perkembangannya karena generasi muda bangsa ini cenderung kurang tertarik dengan Keris sehingga sudah sangat jarang yang memahami tentang nilai-nilai luhur yang terkandung pada sebilah Keris.
Bahkan sekarang ini Keris seringkali di anggap sebagai benda klenik yang berkonotasi negatif, sehingga orang-orang yang tidak memahami Keris cenderung anti dengan Keris.
Meskipun memang tidak di pungkiri bahwa Keris identik dengan hal-hal ghaib, tapi jika dipahami lebih dalam sebetulnya ada makna lain dibalik itu yang justru bertolak belakang dengan stigma negatif tentang Keris.
Dalam berbagai literatur yang ada, tidak banyak informasi tentang daya magis Keris. Dalam karya-karya literatur yang ada biasanya hanya berkutat pada sejarah dan cerita-cerita mistis tentang Keris saja tanpa mengungkap lebih dalam hal-hal yang justru bersifat esensial mengenai daya magis Keris pusaka.
Misalnya, bagaimana sebilah Keris pusaka dapat mempengaruhi sikap dan tindakan pengagemnya atau pengaruh apa saja yang dapat ditimbulkan oleh daya magis Keris pusaka kepada pemiliknya dan orang lain.
Penjabaraan secara mendalam tentang tuah Keris dan kenapa Keris di anggap bertuah juga tidak pernah dijelaskan secara gamblang. Mungkin karena Keris memang harus di sinengkerkan, sebab jika dijelaskan secara gamblang kemungkinan orang tidak akan tertarik lagi dengan Keris.
Baca juga: Filosofi Keris, Dhuwung dan Curigo
Keris merupakan benda pusaka yang keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsur besi, baja dan bahan pamor, tapi karena proses pembuatannya juga disertai dengan laku tirakat dan iringan doa kepada SANG PENCIPTA dengan suatu upaya spiritual yang dilakukan oleh sang Empu pembuatnya, sehingga Keris dipercaya memiliki energi supranatural yang merupakan manifestasi dari doa-doa atau mantra-mantra yang dipanjatkan oleh sang Empu.
Keris pusaka dipercaya memiliki tuah yang dapat mempengaruhi pemiliknya maupun orang-orang disekitarnya. Itulah sebabnya Keris lebih difungsikan sebagai piandel daripada senjata fisik.
Daya magis Keris tercipta dari energi alami yang terkandung pada material bahannya yang diramu secara khusus oleh Empu pembuatnya dengan serangkaian tahapan dalam proses pembuatannya yang rumit dan di iringi laku tirakat serta mantra-mantra yang merupakan kata kunci untuk menarik dan menginduksikan energi alam semesta ke dalam setiap lipatan-lipatan bilah Keris.
Karena di anggap sebagai benda bertuah, sehingga kemudian Keris diperlakukan dengan hormat dan terkadang diberikan sesaji pada waktu-waktu tertentu.
Tapi sebetulnya, ritual-ritual yang dilakukan pada Keris pusaka seperti penjamasan dan pemberian sesaji juga memiliki makna spiritual yang dalam, bukan bertujuan untuk memberi makan khodam atau jin yang bersemayam didalam Keris.
Ritual-ritual yang dilakukan terlepas dari keharusannya dalam berhubungan dengan daya magis Keris pusaka. Ritual-ritual tersebut dilaksanakan dengan atau tanpa meyakini keberadaan daya magis Keris pusaka.
Pelaksanaan ritual yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa terkait dengan Keris pusaka merupakan upaya untuk melestarikan budaya, menjalankan rutinitas ataupun melaksanakan pesan orang tua.
Masyarakat Jawa beranggapan bahwa ritual-ritual yang dilakukan merupakan sebuah bentuk penghormatan kepada para leluhur terlepas dari keberadaan daya magis Keris pusaka. Biasanya ritual yang dijalankan juga sederhana dan tidak memberatkan.
Tapi ada juga sebagian orang yang memiliki pemahaman jika Keris pusaka peninggalan leluhur tidak diberi sesaji dan tidak dirawat dengan baik maka akan mendatangkan hal-hal yang tidak di inginkan (kutukan). Padahal maksud yang sebenarnya dari pesan tersebut bertujuan agar generasi-generasi berikutnya tetap menjaga dan melestarikan Keris.
Berikut ini ritual-ritual yang perlu dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan kekuatan ghaib Keris pusaka:
1. Penjamasan
Ritual menjamasi Keris pusaka atau yang sering disebut ritual jamasan pusaka dilakukan paling sedikit 1 kali dalam setahun, biasanya dilakukan pada bulan suro menurut penanggalan Jawa.
Pada ritual ini Keris pusaka akan dibersihkan atau disucikan dengan cara dicuci atau dimandikan menggunakan air kembang setaman (kembang 7 rupa) dengan disertai ritual-ritual pembacaan doa oleh seseorang yang ahli dalam menjamas Keris pusaka.
Ritual jamasan pusaka bertujuan untuk membersihkan/menyingkirkan daya magis susulan yang mungkin saja terinduksi kedalam Keris pusaka. Ketika daya-daya magis yang tidak di inginkan tersebut sudah hilang, maka yang ada pada Keris pusaka adalah daya magis asli yang di masukkan oleh Empu pembuatnya.
Tapi makna sesungguhnya dari ritual jamasan pusaka adalah untuk membersihkan batin Manusia (pemilik Keris).
Baca juga: Tata cara mewarangi Keris
2. Mengkutugi Keris
Mengkutugi Keris adalah mengasapi bilah Keris dengan asap kemenyan. Ritual ini biasanya dilakukan setiap malam jumat kliwon, malam selasa kliwon atau pada malam kelahiran pemilik Keris.
Ritual ini diyakini dapat menambah keampuhan Keris pusaka. Jika Keris rutin dikutugi kemenyan maka pengaruh daya magisnya akan bisa dirasakan, sehingga pemilik Keris dapat menggunakan daya magis Keris pusaka untuk keperluan-keperluan tertentu, misalnya saja untuk persiapan perang, menjaga keamanan rumah, menjaga keselamatan dalam perjalanan atau keperluan-keperluan lainnya.
Selain itu, jika Keris pusaka rutin dikutugi kemenyan maka ghaib Keris dapat memberi petunjuk atau wangsit melalui mimpi atau bahkan secara langsung.
3. Sesajen
Ritual pemberian sesajen juga sering disebut ritual sandingan. Pada ritual ini, Keris pusaka dipersonifikasikan sebagai perwujudan roh para leluhur yang harus diberikan sesajen.
Sesaji Keris biasanya berupa kembang telon, kembang setaman, kelapa hijau, telur ayam, kopi pahit, atau ubo rampe lainnya tergantung kebiasaan dari leluhurnya.
Sesajen biasanya diberikan pada hari-hari tertentu yang menurut tradisi Jawa dikenal sebagai hari baik, seperti malam jumat kliwon, selasa kliwon, hari kelahiran pemiliknya, atau hari-hari lainnya. Adapun pelaksanaan ritual biasanya dilakukan setelah matahari terbenam (setelah maghrib).
Ritual sesajen sebetulnya juga memiliki makna tersirat yang disimbolkan pada setiap ubo rampe yang disajikan. Tapi sayangnya pemahaman sebagian orang lebih menganggap bahwa sesaji adalah ritual memberi makan jin atau khodam pusaka.
4. Mengalungkan roncean bunga melati
Ritual pemberian kalung bunga melati (melati rinonce) pada Keris pusaka merupakan ritual yang sering dilakukan oleh para pemilik Keris, khususnya untuk Keris pusaka andalan yang oleh pengagemnya diyakini memiliki daya magis paling kuat dibanding Keris-Keris lain yang miliki, atau untuk Keris yang memiliki nilai history tersendiri bagi pemiliknya.
Memberikan roncean melati pada Keris pusaka sebetulnya memiliki makna sebagai pesan atau nasehat agar jangan bersikap Adigang, Adigung, Adiguno.
Tradisi ini untuk mengingatkan kita pada sejarah Arya Penangsang (Adipati Jipang Panolan) yang mati karena ususnya yang terburai putus oleh Keris Kyai Brongot Setan Kober miliknya sendiri ketika bertarung melawan Danang Suto Wijoyo.
5. Mengolesi Keris dengan minyak wangi
Saat ini, perawatan yang paling umum dilakukan oleh para pemilik Keris adalah meminyaki bilah Keris dengan minyak wangi, seperti minyak cendana, minyak melati, atau yang lainnya. Tujuannya untuk mencegah karat agar bilah Keris lebih awet.
Selain itu, pemberian minyak wangi juga bertujuan untuk membuat bilah Keris menjadi wangi sehingga energi Keris pusaka menjadi positif.
Berikut ini hari-hari baik untuk memberi sesaji Keris pusaka:
1. Malam jumat legi
Malam jumat legi dalam hitungan Jawa neptunya berjumlah 11. Angka sebelas dalam bahasa Jawa disebut sewelas yang dihubungkan dengan kata sak-welas atau kawelasan sebagai simbol untuk memohon belas kasih TUHAN (sak welas asihing Gusti).
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, malam jumat legi merupakan waktu yang paling tepat untuk memohon sesuatu kepada TUHAN karena diyakini bahwa doa-doa dan permohonan yang dipanjatkan akan dikabulkan.
2. Malam jumat kliwon
Masyarakat Jawa khususnya yang masih mempercayai perhitungan hari berdasarkan warisan leluhur sangat percaya bahwa malam jumat kliwon merupakan malam yang keramat karena pada malam tersebut batas antara alam nyata dan alam ghaib terbuka.
Baca juga: Misteri dan kesakralan malam jumat kliwon
3. Malam selasa kliwon
Malam selasa kliwon merupakan malam utama dari perhitungan hari Anggoro Kasih. Masyarakat Jawa meyakini bahwa pada malam ini cinta kasih TUHAN tercurahkan kepada Manusia, sehingga pada malam tersebut merupakan waktu yang tepat untuk memohon cinta kasih TUHAN.
Oleh karena itulah, Keris-Keris yang memiliki tuah pengasihan di anjurkan diberikan sesajen pada malam selasa kliwon.
4. Malam kelahiran pemilik Keris
Para pemilik/pengagem Keris pusaka dari kalangan priyayi Jawa biasanya melakukan ritual sandingan untuk Keris-Keris andalannya pada malam kelahiran (weton).
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar daya magis Keris pusaka lebih menyatu dengan pemiliknya atau istilahnya manunggal roso.
Jika Keris pusaka rutin diberikan sesajen pada hari kelahiran pemiliknya maka daya magis Keris pusaka tersebut akan selaras dan menyatu dengan diri pemilinya.
5. Malam 1 suro
Malam 1 suro merupakan malam yang paling dikeramatkan oleh masyarakat Jawa khususnya yang masih menganut paham Kejawen. Di kalangan masyarakat Jawa yang sudah beragama Islam, malam 1 suro disebut dengan malam 1 muharram.
Pada dasarnya malam 1 suro adalah malam pergantian tahun dan seperti layaknya malam tahun baru, banyak masyarakat yang merayakannya.
Tapi bagi masyarakat Jawa, malam tahun baru tidak dimaknai sebagai malam untuk bersenang-senang, tapi justru dimaknai sebagai malam perenungan dan pembersihan diri, salah satunya dengan ritual jamasan pusaka sebagai simbol pembersihan diri agar menjadi pribadi yang lebih baik di tahun berikutnya.
Demikian sedikit informasi tentang ritual dan sesaji untuk menjaga / menambah daya magis Keris pusaka yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain seputar Keris pusaka dan benda-benda pusaka dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Tonton juga videonya:
Video YouTube - Harta Langit Channel
Dukung Harta Langit Channel dengan cara like, subscribe, komen dan share video ini agar kami dapatt terus berkarya untuk mengenalkan dan melestarikan warisan budaya leluhur kita.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Terima kasih sangat membantu sekali....,
ReplyDeleteSama2 om..
DeleteSemoga bermanfaat