Sejarah Patrem dan Cundrik
Hartalangit.com – Keris sangat identik dengan laki-laki Jawa, karena pada jaman dulu setiap laki-laki Jawa yang sudah dewasa, terutama para bangsawan dan priyayi selalu membawa sebilah Keris yang terselip dipinggangnya pada saat menjalankan tugas sehari-harinya atau pada saat menghadiri acara-acara resmi.
Setiap priyayi Jawa setidaknya memiliki dua buah Keris, yang satu untuk dipakai dalam kegiatan sehari-hari dan yang satunya untuk dipakai pada upacara atau acara-acara resmi.
Tentu saja Keris yang kedua adalah Keris yang spesial dan memiliki kualitas serta penampilan yang lebih bagus dari Keris yang dipakai sehari-hari.
Awalnya Keris berfungsi sebagai senjata untuk berperang atau untuk bertarung. Tapi pada perkembangannya fungsi Keris berubah menjadi pusaka dan pelengkap busana tradisional dengan pengembangan model dan bentuk yang semakin indah dan artistik.
Tapi Keris tetap dihargai dan diperlakukan dengan baik sebagai pusaka warisan leluhur yang berharga dan bernilai seni tinggi. Keris dinilai berkualitas tinggi jika memiliki penampilan fisik yang indah serta memiliki daya ghaib yang tinggi.
Baca juga: Sisi ghaib Keris dan manfaatnya
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa jaman dahulu, bahwa seorang laki-laki telah di anggap sempurna jika telah memiliki lima hal, yaitu:
1. Wismo: Rumah
Orang yang telah memiliki rumah tentunya sudah memiliki penghasilan yang cukup dan hidupnya sudah mapan. Jadi, seorang laki-laki baru di anggap mapan jika sudah memiliki rumah.
2. Garwo: Istri
Laki-laki yang telah menikah berarti telah memilih jalan hidup yang benar dan sudah memiliki rasa tanggung jawab pada dirinya dan keluarganya sehingga tujuan hidupnya menjadi jelas.
3. Kukilo: Burung
Mendengarkan suara anggungan burung Perkutut merupakan hobi dan kesenangan bagi orang-orang Jawa jaman dulu. Dan kehidupan seorang laki-laki telah dianggap sempurna jika sudah memiliki kesenangan dalam hidupnya.
Filosofinya adalah: Suara kicauan / anggungan burung yang merdu akan membuat orang merasa senang, nyaman dan terhibur. Pesan dari konsep burung tersebut adalah jika seorang ayah / kepala keluarga dapat berbicara dengan suara lembut seperti nyanyian burung tentu akan sangat menenangkan dan menyenangkan hati seluruh keluarga, sehingga kehidupan rumah tangganya akan tenteram dan bahagia.
4. Turonggo: Kuda
Pada jaman dahulu kuda merupakan kendaraan utama bagi masyarakat. Kuda bisa digunakan untuk menarik andong atau bisa ditunganggi langsung untuk bepergian. Seorang laki-laki telah di anggap mapan jika telah memiliki kendaraan (jaman sekarang motor / mobil).
Filosofinya, seorang laki-laki hendaknya memiliki kendaraan dalam kehidupannya (memiliki jalan hidup yang jelas) yang bisa dikendalikan dengan baik supaya hidupnya lebih mapan.
5. Curigo: Keris
Curigo artinya Keris, maknanya bahwa ujung sebilah Keris itu tajam untuk melambangkan ketajaman pikiran. Seorang laki-laki harus punya pikiran yang tajam dengan wawasan yang luas agar dapat bersaing dalam perubahan kehidupan dan kemajuan jaman yang semakin pesat.
Baca juga: Filosofi Keris, Dhuwung dan Curigo
Selain Keris, dikenal juga Patrem dan Cundrik yang memiliki kesamaan dengan Keris, baik dari dhapurnya, pamornya, materialnya maupun tuahnya. Perbedaannya hanya pada ukurannya saja.
Keris lebih diperuntukkan untuk kaum laki-laki, sedangkan Patrem dan Cundrik lebih diperuntukkan untuk kaum perempuan sehingga ukurannya dibuat lebih Kecil agar lebih praktis untuk disimpan dan dibawa kemana-mana.
Patrem merupakan singkatan dari “Panggane ingkang dameltentrem”, yang artinya bisa membuat hati tentram, karena Patrem berfungsi untuk melindungi diri. Dengan membawa Patrem, seseorang akan merasa lebih aman dan tentram.
Pada jaman dahulu, seorang Putri Kerajaan di Jawa selalu dipersenjatai Patrem untuk menjaga diri. Bentuk Patrem tidak ada perbedaan dengan Keris, baik dhapur maupun pamornya.
Yang membedakan Patrem dengan Keris hanya pada ukuran bilahnya saja. Keris memiliki ukuran panjang bilah lebih dari 30 cm, sedangkan ukuran panjang bilah Patrem kurang dari 30 cm.
Seperti halnya Keris, bentuk Patrem juga bermacam-macam. Salah satunya yang paling terkenal adalah Cunduk Ukel atau Konde.
Patrem Cunduk Ukel merupakan senjata rahasia para Putri Kerajaan yang disembunyikan pada ukelan atau gelungan rambut dan konon ujungnya disepuh dengan racun yang mematikan.
Keberadaan Patrem juga disinggung dalam Kidung Sundayana. Dalam kidung yang ditulis oleh Bujangga Bali tersebut diceritakan bahwa Patrem merupakan senjata yang digunakan oleh Dyah Pitaloka (Putri dari Kerajaan Pasundan) untuk bela pati (bunuh diri demi membela kehormatan) saat terjadinya Perang Bubat.
Meskipun Patrem merupakan senjata yang dikuhususkan untuk kaum perempuan, tapi tidak semua perempuan Jawa boleh memilikinya.
Patrem hanya boleh dimiliki oleh keluarga Kerajaan dan wanita-wanita yang memiliki kedudukan tinggi dimasyarakat, karena selain berfungsi sebagai senjata untuk membela diri, Patrem juga menjadi simbol perempuan terhormat yang memiliki posisi setara dengan laki-laki dengan status sosial yang sama-sama tinggi.
Selain Patrem ada juga Cundrik yang bentuknya juga sama dengan Keris, tapi ukurannya lebih Kecil dari Keris dan Patrem, yaitu sekitar 10 - 15 cm.
Pada jaman dahulu Cundrik merupakan pusaka bagi para Resi perempuan, Permaisuri dan Selir sebagai piandel sekaligus senjata untuk membela diri. Oleh karena itulah Cundrik dibuat dengan ukuran lebih kecil agar lebih tersenbunyi.
Demikian sedkikit informasi tentang sejarah, fungsi dan tuah Patrem / Cundrik yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini. Untuk informasi lain tentang benda-benda pusaka dapat dibaca pada artikel Harta Langit lainnya.
Semoga bermanfaat
Terima kasih
Post a Comment for "Sejarah Patrem dan Cundrik"